Tesis ini membahas integrasi kearifan lokal ekologis masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah yakni simbol batang garing dengan ekoteologi Katolik yang diuraikan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’. Penelitian ini menjadi penting secara teoritis karena menyoroti krisis ekologi global yang bukan hanya masalah teknis atau ekonomi, tetapi juga krisis moral dan spiritual. Secara praktis, penelitian ini memberikan kontribusi pada upaya pelestarian lingkungan dengan mengangkat nilai-nilai lokal yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dalam kebijakan ekologi modern. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekoteologi Katolik dalam Laudato Si’, yang menekankan ekologi integral dan pertobatan ekologis sebagai landasan teologis dalam menghadapi krisis lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka terhadap literatur yang berkaitan dengan ekoteologi, simbol batang garing, dan praktik pelestarian lingkungan masyarakat adat Dayak Ngaju. Temuan penting dari penelitian ini adalah bahwa kearifan lokal ekologis batang garing mencerminkan nilai-nilai spiritual yang menghormati keutuhan ciptaan, yang sejalan dengan prinsip ekoteologi Katolik seperti relasi harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan. Kontribusi penelitian ini secara teoritis adalah memperluas pemahaman tentang ekoteologi Katolik dengan memasukkan unsur kearifan lokal sebagai bentuk spiritualitas ekologis yang kontekstual di Kalimantan Tengah. Secara praktis, penelitian ini menawarkan model dialog dan integrasi antara nilai-nilai agama dan budaya lokal dalam upaya pelestarian lingkungan, yang dapat menjadi insiprasi bagi gereja, masyarakat adat, dan pemerintah dalam membangun kebijakan konservasi berkelanjutan. Dengan demikian, penelitian ini mendorong upaya kolaboratif lintas sektor untuk menjawab tantangan ekologis di Kalimantan Tengah, serta memperkaya gerakan global dalam menjaga keutuhan ciptaan sebagai wujud iman kepada Sang Pencipta.