Tesis ini mengkaji makna pengampunan menurut Matius 18:12-35 dan implementasinya dalam kehidupan perkawinan kristiani. Fokus utama penelitian adalah mengelaborasi akar persoalan ketidakmampuan pasangan suami istri untuk saling mengampuni serta menelaah pengajaran Yesus tentang pengampunan dalam Injil Matius 18:21-35. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab sulitnya pengampunan dalam keluarga, melihat secara eksegetis makna pengampunan dalam Matius 18:21-35 menurut penulis Injil Matius, mengungkap pesan teologis dari perikop tersebut, dan merumuskan bentuk konret implementasinya dalam kehidupan perkawinan kristiani. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kepustakaan dan eksegese terhadap teks Matius 18:21-35. Hasil penelitian menunjukkan: pertama, ketidakmampuan mengampuni keluarga disebabkan oleh luka batin, komunikasi yang tertutup, egoisme, ketakutan akan pengulangan kesalahan, dan pengaruh budaya individualistik; dampaknya adalah terganggunya keutuhan dan kebahagiaan keluarga. Kedua, secara eksegetis, Matius 18:21-35 mengajarkan bahwa pengampunan harus dilakukan tanpa batas dan dengan segenap hati, sebagai cerminan belas kasih Allah. Ketiga, secara teologis, pengampunan adalah tindakan partisipatif dalam belas kasih Allah dan merupakan syarat mutlak bagi kehidupan seorang murid Kristus. Keempat, compassio atau pengampunan dapat diimplementasikan dalam hidup bersama (keluarga kristiani) hanya jika seseorang sampai pada tahap contemplatio yakni contemplatio akan dosa-dosanya dan contemplatio akan besarnya pengampunan Allah baginya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi, bimbingan pastoral spiritual bagi keluarga kristiani untuk menjadikan pengampunan sebagai gaya hidup yang menyelamatkan.