Agama-agama bertemu. Teologi-teologi mereka berbenturan; masing-masing berusaha memperluas eksklusivitas pandangannya sendiri, dengan menyatakan identitasnya, membuktikan kredibilitasnya, demi kelangsungan eksistensinya. Namun dambaan setiap agama menjadi penguasa suatu dunia monoreligius memancing timbulnya pertikaian dan perpecahan. Kini pluralisme keagamaan mewarnai dunia mendobrak benteng-benteng teologi. Eksklusivisme tidak dapat bertahan padalah pluralitas masih sulit diterima; dialog-dialog pun dihambat oleh kesulitan memahami bahasa lawan bicara. Bagaimana agama-agama harus mengambil sikap di tengah-tengah masyarakat pluralis ini? Bagaimana pluralitas memacu agama-agama memberi arti bagi kehidupan dan menjadi jalan bagi manusia untuk mencapai kepenuhan tanpa jatuh ke dalam fanatisme dan ketidakacuhan? Dapatkah ditemukan bahasa pemersatu yang mampu menyelaraskan hubungan antaragama?