Kerajaan Allah itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung diudara bersarang pada cabang-cabangnya (Lk 13:19). Sebagai benih, sesungguhnya jikalau biji sesawi tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan berkembang biak dan menghasilkan lebih banyak buah (bdk. Yoh 12:24). Sejak berada di dalam tanah dan selanjutnya tumbuh serta berkembang ke permukaan bumi Nusantara, batang SESAWI tetap tertanam pada ibu pertiwi. Dalam simbolisasinya sebagai Kerajaan Allah, keberadaan ini memperlihatkan bahwa di mana SESAWI tumbuh dan berkembang di situ langit dijunjung. Kenyataan ini menjadi sinyal bagi para murid Yesus sebagai pewarta, bahwa tugas untuk memberikan kesaksian tentang Kerajaan Allah, yang sudah menjadi nyata dalam Diri Kristus, harus diiringi dengan kesadaran untuk menjunjung langit di tempat di mana Gereja sebagai pewarta berpijak (lih. artikel Ibu Francisia Saveria Sika Seda). Kebinekaan yang merupakan kekayaan dan harta karun yang tertanam bersama biji SESAWI di bumi Nusantara harus digali untuk dapat memperkaya Gereja Indonesia dalam mengungkapkan imannya. Karena itu, evangelisasi selalu harus terjadi dengan cara baru, sebab selain masih banyak harta budaya-religius pribumi yang harus ditemukan, juga waktu berjalan terus dan dunia yang semakin canggih berubah dari detik ke detik. Sementara Injil harus menjadi jawaban untuk setiap persoalan hidup manusia kapan saja dan dimana saja (lih. artikel RD. Neles Tebay).