Perkawinan adalah hak setiap manusia. Hak ini dimiliki karena manusia mempunyai kemampuan menikah untuk membentuk keluarga. Undang-Undang Republik Indonesia menegaskan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya (pasal 2 ayat 1 & 2). Gereja mengesahkan perkawinan umat Katolik berdasarkan Kitab Hukum Kanonik. Tesis ini dibahas berdasarkan pada kanon 1071-1,4 KHK. Kanon ini berada di dalam konteks reksa pastoral pra nikah. Tindakan meninggalkan iman Katolik secara terbuka adalah perkara bahwa iman seseorang berada dalam keadaan tidak penuh. Tindakan ini bukanlah murtad melainkan ia memiliki kekurangan dalam imannya. Tindakan ini diketahui oleh publik (umat). Besar kemungkinan orang Katolik Indonesia terjerumus dalam penghayatan iman tidak penuh ini karena beragam faktor. Tindakan ini menyebabkan perkawinan seseorang mendapat larangan. Perkawinan hanya dapat dilaksanakan apabila telah didapatkan izin dari Ordinaris wilayah. Kasus ini sulit dicermati dan kompleks. Kesulitannya dalam hal ini adalah untuk mengevaluasi kapan seseorang telah secara terbuka menolak iman Katoliknya. Ordinaris wilayah dan peneguh perkawinan perlu menyikapi dengan melakukan diskresi atas tindakan ini. Dalam pengambilan tindakan berdasar kanon, orang ini mempunyai kesempatan untuk mengenakan kembali imannya secara penuh. Ia dapat tetap berstatus kurang dalam iman, dan juga dapat meninggalkan imannya secara formal. Maka, peneguhan perkawinan perlu memberikan pengaturan sesuai dengan kemauan Subjek yang telah meninggalkan imannya secara terbuka ini. Kanon ini diberlakukan semata-mata demi kesejahteraan iman pasangan dan anak-anak.