Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Demikian pula Prabu Joyoboyo, ketika beliau muksa, belau mewariskan jongko atau prediksi spiritual yang dapat digunakan sebagai panduan untuk membuka tabir tanda-tanda zaman. Zaman telah berubah, musim telah beralih, namun selalu saja diikuti kegaduhan yang menimbulkan huru-hara dimana-mana. Manusia banyak yang bingung, linglung dan tak tahu arah akan ke mana hendak melangkah. Dalam bahasa pedalangan ini dinamakan goro-goro kang magiri-giri, yang berdampak pada kali ilang kedunge, pasarilang kumandhange. Sebuah masa yang ditandai adanya aksi tanpa orientasi. Buku Jongko Joyoboyo ini didasarkan atas teks dari kitab-kitab Jawa Kuno yang berisi wejangan luhur Prabu Joyoboyo, seorang maharaja Kraton Kediri yang agung binathoro, waskitho ngerti sadurunge winarah. Beliau telah memberi petunjuk bagi kita untuk membaca jaman yang silih berganti.