Albert Camus dikenal sebagai sosok intelektual pemberani. Di tengah hingar bingar pengagungan terhadap konsep komunisme sovietik, Camus malah dengan nada keras menentang kecenderungan itu. Namun, lambat-laun teriakan halilintarnya melemah. Itu terjadi setelah kaum intelektual kiri Perancis, utamanya Jean Paul Sartre dan Andre Breton, melontarkan kritikan dan gugatan keras untuk satu karya esainya: L'Homme Revolt. Camus benar-benar tertikam, terlanda krisis jiwa amat mendalam, terjerembab dalam luka meradang. Di benaknya riuh ketidakmenentuan. Seketika itu, Camus menghentikan kebiasaan mendetakkan jantung moral generasinya. Jiwa yang tadinya luhur segera lunglai, bermuram durja, dan terasing. Karya ini mencerminkan kondisi lemah Camus tersebut, sekaligus pembalasan sengitnya pada kritikan kaum intelektual kiri Perancis, khususnya Sartre.