Konsili Vatikan II menekankan bahwa Ekaristi kudus adalah sumber dan puncak kehidupan Gereja. Ekaristi dirayakan setiap hari, menjadi jantung Gereja yang mengalirkan rahmat dan berkat Allah kepada Gereja. Kristus memberikan Tubuh dan Darah-Nya, berkorban bagi manusia agar manusia selamat dan bersatu dengan Allah. Namun dalam perjalanan waktu, Ekaristi menjadi rutinitas yang kurang dihayati makna terdalamnya. Fenomena yang demikian mendorong Gereja untuk melakukan berbagai terobosan guna membangkitkan kembali semangat akan penghayatan Ekaristi Kudus. Ekaristi yang dirayakan bukan hanya rutinitas, tetapi dalam perayaan Ekaristi itu, Kristus yang diimani sungguh hadir menyertai manusia dan memberikan Diri-Nya. Dalam Perjamuan malam terakhir, Kristus menetapkan Ekaristi, mengorbankan Diri dan menghendaki agar perayaan ini dikenang dan dirayakan terus dalam Gereja. Ekaristi juga merupakan perayaan cinta kasih. Kristus memberikan Dirinya sebagai makanan rohani, agar Gereja dapat hidup. Kristus yang diimani hadir secara khusus dalam Liturgi Sabda dan dalam Liturgi Ekaristi. Ketika Sabda Allah dibacakan Allah hadir dan menyertai manusia. Puncak Sabda Allah ini terpenuhi dalam bacaan Injil, di situ Kristus hadir secara nyata. Dalam Liturgi Ekaristi, ketika konsekrasi, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Kristus hadir dalam rupa Roti dan Anggur secara nyata, Ia hadir sebagai makanan dan minuman yang menghidupkan. Lewat penerimaan Tubuh dan Darah Kristus, Kristus bersatu dengan umat manusia. Ekaristi yang dirayakan terus-menerus oleh Gereja merupakan Paskah abadi. Melalui Ekaristi, Gereja mengucapkan syukurnya kepada Allah yang telah memberikan Kristus sebagai Penyelamat.