Record Detail
Advanced SearchText
Sumbangan Paradigma Holistik Terhadap Persoalan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (Peti) di Sintang
Eksistensi manusia hanya dapat terwujud dalam ruang dan waktu. Di sini alam-lingkungan menjadi konteks manusia bereksitensi. Di dalam ruang, manusia tidak bereksistensi secara terpisah dari ciptaan lain. Ia berada bersama dengan makhluk ciptaan lain. Kebersamaan dalam ruang-lingkungan alam tersebut membentuk manusia dan kebudayaannya. Kebudayaan di sini menjadi wujud dari eksistensi manusia. Untuk mewujudkan eksistensinya tersebut, manusia menghidupi hidupnya dari alam dan untuk alam. Seiring dengan perkembangan manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi ciri yang paling khas dari eksistensinya. Perkembangan tersebut membawa dampak yang sangat besar bagi pola relasinya dengan alam. Alam tidak lagi dilihat dalam hubungan simbiosis mutualisme, tetapi lebih-lebih sebagai simbiosis parasitisme. Artinya manusia hanya memanfaatkan alam demi kepentingannya sendiri. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak digunakan untuk menjamin kehidupan, tetapi sebagai alat untuk memanfaatkan kehidupan atau ciptaan lain. Dalam hal ini kehidupan menjadi pertaruhan. Rusaknya alam dapat mengancam eksistensi manusia itu sendiri. Masyarakat adat Sintang telah masuk dalam pusaran keserakahan ini. Perkembangan Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) menjadi bukti adanya perusakan kehidupan tersebut. Bukan hanya keberlangsungan kehidupan alam Sintang, tetapi juga kebudayaan dan relasi antar manusia. Perubahan tersebut terjadi secara eksistensial, artinya cara pandang manusia terhadap alam tidak lagi menganut paham saling ketergantungan tetapi alam lebih dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan manusia. Dalam hal inilah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengancam kebudayaan manusia, secara khusus masyarakat kebudayaan masyarakat adat Sintang. Cara pandang baru terhadap alam tersebut membuat manusia, terutama masyarakat Sintang tidak lagi menganggap alam sebagai sesuatu yang sakral. Dalam hal ini, alam mesti mendapat penghargaan karena keberadaannya yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Alam juga tidak dilihat sebagai 'ibu' yang menjamin kehidupan manusia, melainkan lebih sebagai inang, tempat manusia menempel untuk dapat hidup. Tanah sebagai 'Surga' atau rahim untuk semua kehidupan di dalamnya, kini telah hilang secara perlahan. Pandangan yang berkembang sekarang ini memisahkan manusia dari alam. Namun, itu semua disebabkan oleh manusia itu sendiri yang kurang bertanggung serta hilangnya kesadaran untuk menghormati apa yang menjadi warisan dari leluhurnya. Manusia mesti bertobat dan melihat alam sebagai rekan untuk bereksistensi. Ketika alam punah tentu manusiapun akan punah. Hakikatnya manusia dan alam bernuansa menguntungkan. Ada sebuah relasi harmonisasi antara keduanya. Keharmonisan dapat diterapkan dalam aplikasi hidup yang bernuansa saling mendukung. Manusia tak bisa hidup tanpa bantuan alam demikian pun sebaliknya, alam ini akan terasa nirmakna ketika manusia tidak ada.
Availability
14.050 | 307 Kas s | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
307 Kas s
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2018 |
Collation |
x + 77hlm; 21x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
307
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available