Pluralitas budaya daerah adalah sebuah kenyataan, yang sebagian di antaranya punah oleh perkembangan zaman dan kebijakan sistem pemerintahan masa lalu. Pengalaman ini sangat berharga dalam menentukan kebijakan pembangunan yang berwawasan budaya di masa yang akan datang, lebih-lebih dalam konteks penyelenggaraan Otonomi Daerah sejak awal tahun 2001. Namun, persoalan berikutnya ialah dibutuhkannya pilihan dan jawaban yang tegas, apakah kebudayaan daerah itu dianggap sebagai sebuah aset yang sangat potensial untuk mengakselerasi pembangunan, atau sebaliknya menjadi penghambat bagi kemampuan kita untuk beradaptasi dengan perubahan dan pembaharuan yang dibawakan oleh angin badai nilai-nilai globalisasi pada abad ke-21. Kemampuan untuk merekonsiliasi nilai-nilai tradisional dan nilai global abad sekarang ini membutuhkan kecerdasan dan model mental yang mempengaruhi pilihan dan arah pembangunan yang terbaik bagi bangsa kita.