Menjadi murid Kristus berarti mau menyangkal diri atau berani menahan dan membatasi diri terhadap kenikmatan duniawi. Hanya dengan semangat penyangkalan diri semacam inilah, orang Kristen dapat meleburkan dirinya ke dalam roh pengosongan diri dan memenuhi dirinya dengan kerinduan-kerinduan untuk menjadi serupa dengan Yesus Kristus. Orang Kristen pada hakekatnya tidak bisa terlepas dari dunia, tempat di mana mereka hidup karena mereka adalah bagian dari dunia, namun meskipun dunia itu sangat berharga baginya untuk bisa bertumbuh dan berkembang, itu bukan berarti mereka harus selalu terikat dan dikendalikan oleh roh dunia. Sebagai murid Kristus, orang Kristen terus-menerus dipanggil untuk berani mentransformasi (mengubah) diri menjadi murid Kristus yang mau menghayati semangat pengosongan diri. Pengosongan diri di sini tidak hanya berarti mengosongkan hati dari berbagai macam belenggu duniawi (Nafsu akan kekayaan, prestise, ketenaran, seks, dll.), tetapi juga soal bagaimana mereka menghilangkan cinta dirinya dengan rela mau melayani kaum miskin atau golongan kecil. Melalui semangat pengosongan diri inilah, transformasi diri menjadi berarti. Dunia terus-menerus berubah dan berkembang. Di satu pihak, kemajuan dan perkembangan dunia seringkali dirasakan begitu bermanfaat, tetapi di pihak lain bisa saja membawa kehancuran, malapetaka atau kemalangan. Efek positif dan negatif dari perkembangan itu dialami oleh setiap orang.