Dari seorang teman, saya mendapat kisah ini. Anak kesayangannya yang lincah dan lucu itu ternyata hasil program bayi tabung. Dari program itu, masih ada beberapa embrio yang disimpan oleh dokter. Dia dan suami sudah sepakat untuk segera menanamkan embrio-embrio itu ke dalam rahim karena sebagai orang katolik mereka percaya bahwa embrio-embrio itu adalah manusia. Dalam kisah itu saya melihat adanya ketegangan antara keinginan memiliki anak dan batasan etis dari agama yang mereka imani. Di satu sisi, teknologi biomedis modern menawarkan kemungkinan untuk memperoleh anak melalui program bayi tabung, atau In Vitro Fertilization (IVF). Di sisi lain, Gereja Katolik menolak IVF. Akhirnya, mereka mengambil keputusan sendiri yang sebetulnya tidak sesuai dengan ajaran Katolik dan mencoba menghindari dosanya dengan menanamkan semua embrio yang tersisa. Jadi ada semacam negosiasi yang mereka lakukan dalam menyiasati ketegangan antara keinginan untuk mencoba teknologi yang tersedia dan penolakan dari ajaran agama yang dihayati.