Setiap orang dipanggil kepada kekudusan dengan mengenal dan mencintai Allah menurut status hidupnya masing-masing. Panggilan ini berhadapan dengan situasi jaman yang ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Dunia dewasa ini dipengaruhi oleh profesionalisme dalam seluruh aspek kehidupan manusia yang menghasilkan sebuah peradaban baru. Manusia tidak lagi memiliki harapan untuk hidupnya dan kebenaran-kebenaran doktrinal digantikan oleh kebenaran semu. Manusia membutuhkan teladan dan pegangan untuk mengatasi tantangan hidup jaman sekarang supaya ia tetap berjalan di dalam jalan kekudusan. Bapa Suci Yohanes Paulus II menyatakan bahwa Teresia dapat menjadi teladan bagi banyak orang yang berusaha mencapai kekudusan pada jaman ini. Paus Benediktus XV juga mengakui hal yang sama, Teresia dapat menjadi teladan bagi banyak orang yang ingin mencapai jalan keselamatan. Teresia dari Lisieux dengan hidupnya mengajarkan dan membuktikan sebuah kebenaran yang pasti: Allah Yang Maharahim mengasihi dan mencintai manusia. Ia percaya bahwa Allah yang Maharahim mengasihi dan mencintainya dengan cinta yang tak terbatas. Hal ini menimbulkan cinta, kerendahan hati dan kepasrahan seperti seorang anak kecil. Ia menyerahkan seluruh hidupnya ke dalam rencana dan penyelenggaraan Tuhan. Melalui kepercayaan ini Teresia mencapai puncak kekudusan dan mengalami persatuan yang mesra dengan Allah. Kepercayaan pada kerahiman Allah diwujudkan Teresia dalam kehidupannya sehari-hari. Ia menyadari ketidaksanggupannya membalas cinta Allah maka ia mempersembahkan dirinya sebagai korban bakaran kepada cinta Ilahi.