Sastra 'Silence' (dalam bahasa Jepang: 'Chinmoku') mengisahkan perjalanan Sebastian Rodrigues, misionaris Portugis yang datang ke Jepang pada masa Kekatolikan mengalami pengejaran dan penganiayaan. Rodrigues mengalami hebatnya penderitaan umat Kristen bawah tanah (kakure Kirshitan), bahkan menyaksikan umat Kristen Katolik Jepang dan Kawan misionarisnya kehilangan nyawa. Rodrigues yang semula datang dengan keyakinan, mulai mengalami krisis iman dan mempertanyakan di mana Allah dalam situasi penderitaan yang begitu hebat. Pada akhirnya Rodrigues menyerahkan iman, miliknya yang paling berharga, demi keselamatan banyak orang. Kemudian Allah menyatakan Diri-Nya kepada Rodrigues sebagai Allah yang dalam bungkam-Nya turut menderita bersama manusia. 'Silence' diinterpretasikan sebagai upaya Shusaku Endo berteologi kontekstual sebagai orang Katolik yang dibesarkan dalam budaya Jepang. Untuk menginterpretasikan buah pemikiran teologis Endo dalam sastra 'Silence', maka dilakukan kritik sastra dengan menganalisa latar belakang kehidupan Endo dan sejarah Kekatolikan di Jepang. Ungkapan-ungkapan iman dalam situasi penderitaan dari Rodregues maupun umat Katolik dalam 'Silence' adalah perwujudan teologi mengenai penderitaan menurut Shusaku Endo. Buah-buah pemikiran teologis yang dapat diangkat dari penokohan dan dialog-dialog dalam sastra 'Silence' antara lain refleksi tentang: Allah yang turut menderita dalam penderitaan umat beriman, kerahiman Allah dan teologi tentang kasih. Dalam sastra 'Silence', Shusaku Endo mengajukan kritik mengenai misi Katolik di Jepang yang perlu meninggalkan penaklukan dan beralih kepada dialog yang mendalam. Endo mendesak perlunya Gereja Katolik berinkulturasi dan menyesuaikan cara berteologinya di Jepang jika menginginkan iman Kristiani sungguh berakar dalam masyarakat Jepang.