Record Detail
Advanced SearchText
Konsepsi Politik Pengakuan Menurut Charles Taylor
Politik pengakuan, sebagaimana jelas dari namanya, lahir dari kebutuhan akan pengakuan. Pengakuan, selalu terkait erat dengan identitas. Tuntutan akan pengakuan terutama disuarakan oleh kelompok-kelompok yang merasa identitas mereka kurang dihargai dalam kehidupan bersama. Menurut Charles Taylor pengakuan itu penting, baik dalam level relasi intim dengan orang-orang penting (significant others) di sekitar kita maupun dalam level publik atau relasi sosial yang lebih luas. Pengakuan itu penting pada kedua level relasi tersebut karena taruhannya adalah identitas. Pembentukan identitas bisa terdistorsi akibat pengakuan negatif dari orang lain. Politik pengakuan berada pada level relasi yang kedua, yakni relasi sosial dalam wilayah publik. Politik pengakuan memperjuangkan pengakuan atas hak setiap orang dan setiap kelompok kultural untuk hidup secara otentik menurut identitasnya yang unik. Sebelum mendiskusikan inti perjuangan politik pengakuan, perlu dipahami pembedaan yang dibuat oleh Taylor antara politik pengakuan (politics of recognition) dan politik kesetaraan martabat (politics of equal dignity). Taylor menjelaskan bahwa politik kesetaraan martabat memperjuangkan jaminan atas sekeranjang hak-hak dasar yang identik dan berlaku sama di seluruh dunia. Politik pengakuan tidak melawan prinsip dasar yang diperjuangkan politik kesetaraan martabat ini. Meski demikian, politik pengakuan bergerak lebih jauh dari sebatas memperjuangkan hak-hak dasar yang universal. Politik pengakuan membela hak untuk berbeda dalam arti memperjuangkan pengakuan atas keunikan identitas individu atau kelompok sosial tertentu. Hal ini perlu, karena sering terjadi keunikan ini diabaikan, ditutupi, dan diasimilasi begitu saja oleh kelompok yang dominan atau mayoritas. Asimilasi, menurut Taylor, adalah dosa pokok terhadap cita-cita otentisitas. Persoalannya, bagaimana mewujudkan politik pengakuan dalam realitas. Tuntutan politik pengakuan, menurut Taylor, dapat dilihat dalam kasus tuntutan atas kekhasan masyarakat Quebec di Kanada. Kasus ini menarik dianalisis secara filosofis karena menunjukkan ketegangan antara politik kesetaraan martabat dan politik pengakuan.
Availability
09.000037 | 320.1 FRA k | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
320.1 FRA k
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2013 |
Collation |
x + 93hlm: 21x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
320.1
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available