Ketidakadilan yang begitu serius terus terjadi di dunia ini. Tanda-tandanya nampak sedemikian mencolok dalam kemiskinan, kelaparan, keterbelakangan dan penindasan. Bukan ini dunia yang kita dambakan. Harus ada transformasi masyarakat yang lebih signifikan untuk mengubah dunia menjadi lebih adil. Gereja sebagi umat Allah juga sadar akan tanggung jawab memperjuangkan keadilan di dunia. Sinode Para Uskup sedunia di Roma tahun 1971, dalam pernyataan Iustitia in Mundo, menegaskan bahwa keterlibatan Gereja dalam upaya transformasi dan keadilan dunia adalah dimensi konstitutif misi evangelisasi. Antara evangelisasi dan perjuangan keadilan ada hubungan yang integral. Artinya perjuangan keadilan bukan melulu konsekuensi etis dari iman Gereja tetapi melekat secara erat pada hakekat Gereja sendiri. Pewartaan kabar gembira tentang Allah yang menyelamatkan dan memperbaharui hidup manusia dalam diri Yesus Kristus tidak bisa dilepaskan dari 'kabar gembira' pembebasan manusia dari tiap situasi dosa yang menindas yaitu ketidakadilan. Rencana Allah adalah pembebasan manusia dari segala belenggu dosa dalam manifestasi personal dan sosial sekaligus. Pembebasan dari dosa personal membawa manusia pada sikap iman, harapan dan kasih akan Allah yang harus mendapat wujud nyatanya dalam tindakan kasih terhadap sesama. Buah pertama dari kasih itu adalah keadilan. Karena itulah misi rohani tidak pernah bisa dilepaskan dari misi sosial. Tanpa misi sosial misi rohani menjadi sia-sia. Bukan hanya tanpa makna tetapi dapat pula kita katakan tidak ada karena tanpa pewartaan keadilan, pewartaan kabar gembira hanyalah suatu kebohongan. Karena ini adalah misi Gereja seluruh umat Allah berhak dan wajib terlibat. Komitmen untuk cinta kasih dan keadilan adalah komitmen yang mesti dihidupi semua anggota Gereja.