Record Detail
Advanced SearchText
Makna Simbolik Ritus Cear Cumpe Masyarakat Suku Mules-Manggarai Timur dalam Terang Hermeneutika Paul Ricouer
Kebudayaan merupakan dasar pembentukan karakter. Kebudayaan juga melahirkan bahasa. Dalam berinteraksi baik relasi sosial antar manusia, alam maupun realitas yang mengatasinya, Allah dan roh leluhur, manusia membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi. Setiap penggunaan kata/istilah dalam bahasa butuh analisa agar bisa dipahami oleh siapa saja yang mendengarnya. Dalam analisa bahasa itu juga butuh metode. Maka di sinilah hermeneutika berperan. Oleh karena itu hermeneutika Paul Ricoeur menjadi tolok ukur dalam menganalisa bahasa simbolik yang digunakan dalam ritual adat suku Mules Manggarai Timur. Semua itu lahir dari sebuah kebudayaan. Hal ini dikarenakan, setiap pribadi manusia, lahir sebagai manusia yang berbudaya. Tak ada manusia yang hidup tanpa budaya meskipun setiap tempat berbeda-beda cara mengekspresikannya. Manusia dan budaya pada sejatinya selalu berjalan bersama. Setiap orang diupayakan agar menghidupi nilai-nilai luhur itu dalam praksis hidup kesehariannya sebab nilai-nilai luhur itulah menjadi tiang atau ukuran dalam menentukan karakter setiap orang. Ekspresi yang terungkap dalam setiap budaya misalnya melalui seni musik, seni tari, seni suara, seni bahasa pantun, puisi dan lain sebagainya menyimpan berjuta makna yang mendalam dan luhur. Semua bentuk ekspresi itu mempunyai kekhasan masing-masing. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap kebudayaan ini membentuk identitas seseorang sebagai mahkluk yang berbudaya. Keunikan masing-masing budaya dengan nilai luhur yang tinggi dapat menjadi pegangan bagi masyarakat. Setiap orang yang baru lahir tentu saja mewariskan nilai luhur yang terkandung dalam budayanya meski manusia itu belum mampu mengekspresikannya. Cear cumpe yang menjadi sasaran penulisan ini merupakan sebuah ritus inisiasi sosial dalam masyarakat Mules Manggarai Timur untuk memperkenalkan seorang anak yang baru lahir kepada publik. Perkenalan yang diungkapkan dalam ritus cear cumpe ini merupakan simbol keabsahan bahwa seseorang ada, dan punya identitas yang jelas. Punya identitas jelas di sini maksudnya bahwa seorang anak yang baru lahir itu diakui keberadaannya sebagai manusia dalam sebuah masyarakat. Dengan demikian upacara cear cumpe dilaksanakan untuk mensyukuri, menyambut, menerima dan memperkenalkan seorang anak yang baru lahir dengan diberi nama yang pantas. Upacara ini mengandung nilai luhur yang menjelaskan makna simbolik baik itu bahasa yang digunakan maupun material yang ada. Upacara ini juga membawa manusia pada pengetahuan siapakah manusia, dari mana asal dan ke mana tujuan akhirnya. Dengan demikian, konsep mengenai adanya Mori Keraeng (wujud tertinggi), sebagai Pencipta dan pemberi hidup, dapat dipahami dan diakui melalui ritual adat cear cumpe.
Availability
13.030 | 959.86 Sur m | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
959.86 Sur m
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2017 |
Collation |
xii + 116hlm: 21,5x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
959.86
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available