Record Detail
Advanced SearchText
Manusia Politis Menurut Hannah Arendt
Manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Aristoteles telah memulai pencarian dengan melihat polis sebagai locus di mana manusia saling berinteraksi satu sama lain. Eksistensi manusia mencapai puncaknya ketika ia berkumpul dan berkomunikasi melalui kata dan tindakannya. Ketika melakukan tindakan inilah, manusia dikatakan memiliki kekhususan dan kekhasan kondisi manusia (human condition). Hannah Arendt adalah seorang filosof yang berusaha menguak persoalan hubungan manusia dan kemampuan dirinya. Menurutnya, manusia harus diingatkan dan diarahkan untuk menggunakan kemampuan dalam dirinya. Untuk itu, ia merujuk kepada kebebasan dan kemampuan yang dimiliki oleh mereka. Ia menelusuri gagasan yang mendasari politik dengan kembali kepada sejarah Yunani kuno, secara khusus gagasan Aristoteles. Ia tergelitik untuk menggali konsep manusia politis. Ia menekuni pemikiran sang filosof sambil mengkolaborasikannya dengan pengalamannya sendiri. Ia tidak puas dengan manusia-manusia a-politis yang tidak mampu untuk menilai dan memutuskan sesuatu hal. Ia tergerak untuk melawan pikiran dan sikap yang jatuh dalam banalitas kejahatan. Hal ini menyebabkannya berjuang untuk menggagas model manusia politis. Dari situ, ia memunculkan pemikiran tentang fakultas yang dimiliki oleh manusia tersebut. Ciri khas yang dimiliki olehnya adalah memiliki fakultas pikiran, kehendak dan penilaian (vita activa), serta kerja, karya dan tindakan (vita contemplativa). Pemikiran Arendt ini sangatlah relevan untuk bangsa Indonesia yang saat ini tenggelam dalam persoalan yang besar. Masyarakat sedang menghadapi kejahatan akibat dari tindakan manusia-manusia a-politis. Padahal untuk membangun sebuah masyarakat, manusia justru harus bertindak dari pikiran, kehendak dan penilaian yang menjadi fakultas dirinya. Sejauh mana manusia mampu menyatukan antara tindakan dan kemampuan analisisnya, ia menjadi seorang manusia politis. Artinya, manusia dengan segala kebebasan dan kesadaran yang dimilikinya, bebas untuk memer-tanyakan dan menilai semua peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat. Dalam konteks Indonesia, poin pentingnya terletak pada cara untuk menjadi manusia politis. Sebab, fenomena yang terjadi di tengah masyarakat memerlihatkan sebuah permainan politik yang kotor. Manusia tidak lagi menjadi aktor yang berpikir dan menilai. Ia malahan menjadikan dirinya tidak mampu melakukan penilaian. Masih banyak lagi pemikiran Arendt yang harus digali oleh pembaca di Indonesia guna membangun sebuah model manusia yang diimpikannya. Dengan demikian, Indonesia dapat bangkit dan mampu mencapai kesejahteraan yang telah menjadi tujuan awal bangsa ini.
Availability
09.000063 | 193 ARI m | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
193 ARI m
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2013 |
Collation |
x + 96hlm: 21x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
193
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available