Record Detail
Advanced SearchText
Compang Sebagai Ruang Sakral Dalam Religiusitas Orang Manggarai (dalam terang pemikiran Mircea Eliade)
Dalam ilmu Antropologi menampilkan tujuh unsur kebudayaan. Salah satu dari tujuh unsur kebudayaan itu adalah religi. Religi merupakan unsur kebudayaan yang berhubungan suatu kekuatan adikodrati. Eksistensi realitas adikodrati mempunyai pengaruh terhadap dinamika kehidupan masyarakat dalam suatu kebudayaan. Fenomena keterlibatan roh tersebut mendorong manusia untuk berjumpa dengannya. Namun karena, keberadaan roh tersebut bersifat transenden maka sulit bagi mereka untuk menjumpainya secara langsung. Karena itu, mereka menggunakan sarana simbolis untuk berelasi lewat komunikasi ritual yang dilangsungkan dalam suatu upacara adat. Mori Kraeng dan roh-roh alam merupakan roh supranatural Orang Manggarai. Roh-roh tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap dinamika kehidupan mereka secara khusus dalam hubungan dengan alam. Untuk itu, Orang Manggarai menciptakan sebuah relasi yang harmonis denganNya. Namun, karena keberadaanya yang transenden, Orang Manggarai sulit untuk berkomunikasi secara langsung. Oleh karena itu, mereka menempatkan compang di tengah kampung. Compang merupakan sarana yang dipilih oleh Orang Manggarai untuk berjumpa dan berkomunikasi dengan roh-roh tersebut. Dalam hal ini, compang dipandang sebagai simbol religius yang menghadirkan Yang Kudus. Konsekuensinya compang tidak hanya sumber informasi tetapi menghadirkan, mengatualkan yang transenden ke hadapan Orang Manggarai yang ingin berkomunikasi dengan Yang Kudus. Komunikasi dengan roh-roh tersebut berlangsung dalam suatu upacara adat tertentu. Dalam upacara adat itu, dilangsungkan kurban persembahan di compang sebagai tanda penerimaan sekaligus moment bagi Orang Manggarai untuk mengucapkan doa adat serta menyampaikan permohonan yang menjadi intensi dari seluruh rangkaian acara adat yang dilangsungkan. Eliade berpendapat bahwa sakralitas suatu benda dipahami dalam peristiwa hierofani. Hierofani merupakan peristiwa Yang Kudus menyatakan atau mewujudkan dirinya ke suatu realitas profan yang kemudian memberi warna sakral pada benda tersebut. Compang merupakan salah satu benda sakral karena mengalami hierifani Mori Kraeng dan roh alam (Naga Golo) mendiami tempat tersebut serta roh yang diundang ke tempat tersebut. Dewasa ini, Orang Manggarai pada umumnya telah terjebak dalam pola pikir modern. Dalam pola pikir itu ada kecenderungan untuk merelatifkan nilai yang terkandung dalam compang tersebut. Dalam hal ini, pola pikir Kantian ditunjukkan dimana orang mengikuti ritual adat karena kewajiban bukan karena kesadaran akan nilai yang ditampilkan oleh ritus tersebut serta arti compang bagi budayanya.
Availability
12.046 | 959.86 Nda c | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
959.86 Nda c
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2017 |
Collation |
xii+136hlm:22x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
959.86
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available