Sistem lingko lodok (kebun sarang laba-laba) adalah salah satu kearifan lokal budaya masyarakat Cibal-Manggarai yang mengedepankan kepentingan kebersamaan, semangat persaudaraan dan kekeluargaan serta menjaga kelestarian alam semesta. Masyarakat Cibal beranggapan bahwa manusia harus berelasi dengan yang lain yaitu Tuhan, sesama dan alam semesta sebagai satu kestauan yang tidak terpisahkan. Relasi-relasi tersebut terangkum dalam sebuah lingkaran sistem lingko lodok (kebun sarang laba-laba) masyarakat Cibal-Manggarai. Sistem lingko lodok mau mengungkapkan bahwa manusia harus berelasi dengan yang lain yang berada di luar dirinya. Bentuk sarang laba-laba ini memberikan makna yang sangat kompleksitas bagi masyarakat Cibal mengenai relasi manusia di tengah alam semesta ini, baik yang kelihatan maupun yang tak kelihatan saling berkaitan dan membentuk sebuah sistem dengan satu titik pusat disimbolkan dengan kayu teno (haju teno) yang terdapat di pusat kebun. Tiap-tiap bagian dari pembagian dibatasi apa yang disebut dengan langgang (pembatas). Pembatas ini langgang memiliki arti yang sangat mendalam yaitu kesatuan antara Tuhan, sesama dan seluruh alam semesta ini dan semuanya terarah kepada Allah (Mori Keraeng). Oleh karena itu untuk membangun kembali hubungan yang harmonis ini diadakan upacara atau ritus-ritus baik itu ritus pribadi maupun ritus bersama untuk merawat hubungan dan membangun kembali jika hubungan tersebut telah rusak. Dalam bahasa setempat wajo mora, kaer ulu wae artinya bahwa mendamaikan kembali hubungan yang telah rusak supaya menjadi harmonis lagi. Keharmonisan dan kekeluargaan dalam kebersamaan adalah dambaan masyarakat Cibal dan Manggarai umumnya, sehingga semangat persaudaraan dan kekeluargaan menjadi kokoh dan berakar dalam kesatuan cinta yang mengalir dari satu cinta yang sama yaitu Cinta Allah sendiri.