Image of Menjadi Manusia Utama dalam Etika Aristoteles

Text

Menjadi Manusia Utama dalam Etika Aristoteles



Kebahagiaan adalah itu yang dirindukan oleh semua orang. Berbagai usaha dilakukan oleh manusia demi memperoleh kebahagiaan. Dalam pengalaman kesehariannya, manusia bergulat dengan jatuh bangun untuk memperoleh kebahagiaan. Ada orang yang menemukan kebahagiaannya dalam harta kekayaan. Ada orang yang menemukan kebahagiaannya dalam kelezatan makanan, dan minuman. Ada orang yang menemukan kebahagiaannya dalam kemewahan rumah dan pakaian. Ada orang yang menemukan kebahagiannya dalam seks, dll. Menurut Aristoteles, kebahagiaan merupakan tujuan dari setiap tindakan manusia. Kebahagiaan menurut Aristoteles juga bukan soal hedonis seperti dalam pemikiran Epikuros, yang mengatakan jika ingin bahagia maka jauhilah penderitaan dan kejarlah kenikmatan. Kebahagiaan akan dimiliki oleh mereka yang memiliki keutamaan hidup. Keutamaan adalah fondasi bagi kebahagiaan itu sendiri. Keutamaan ialah suatu status karakter yang berkenan dengan pilihan, terletak dalam posisi di tengah-tengah, yaitu itu yang tepat untuk kita; itu yang di tengah-tengah ditentukan oleh prinsip akal budi, dan dengan prinsip itu manusia yang memiliki kebijaksanaan praktis menentukan apa yang di tengah-tengah tersebut. Manusia utama berarti orang yang hidup atau bertindak sesuai dengan tuntunan akal budi. Keutamaan terdiri atas dua, yaitu keutamaan intelektual dan keutamaan moral. Pembicaraan Aristoteles tentang keutamaan intelektual difondasikan pada kenyataan, terutama realitas kesesuaian antara tindakan dan prinsip hasil olah budi. Ia melihat keutamaan dalam tingkah laku manusia bersumber pada akal budi. Keutamaan intelektul akan diperoleh lewat pendidikan. Sementara keutamaan moral dibentuk oleh kebiasaan yang dijalankan dalam pengalaman hidup keseharian kita. Tidak ada kebajikan moral yang ditanamkan secara kodrati. Secara alamiah manusia dilengkapi dengan kemampuan kebajikan. Kemampuan itu disempurnakan oleh kebiasaan. Keutamaan harus dilatih secara terus menerus hingga menjadi milik dan karakter manusia itu sendiri. Keutamaan intelektual, terdiri atas: pengertian, kebijaksanaan teoritis, kebijaksanaan praktis dan keterampilan atau teknik, serta pengetahuan ilmiah. Sedangkan keutamaan moral terdiri atas: keberanian, keadilan, ugahari, dan kebijaksanaan. Untuk menjadi manusia utama diperlukan pendidikan dan habitus atau kebiasaan. Keutamaan muncul dari kebiasaan (habitus). Habitus itu sendiri merupakan hasil dari sesuatu yang diulang-ulang secara konsisten dan membiasa. Akal budi yang dibiasakan untuk memilih tindakan yang tepat, lama kelamaan akan menjadi keutamaan. Orang yang mau mengembangkan keutamaan harus membiasakan diri untuk bertindak menurut keutamaan tersebut. Semakin lama dan sering ia melakukannya, semakin gampang pula ia melakukannya, serta lama kelamaan akan menjadi kodratnya. Moralitas manusia juga terbentuk melalui pendidikan. Moralitas manusia harus diajarkan sejak dini, dari keluarga (pendidikan budi pekerti) hingga ruang publik. Pendidikan bertujuan untuk membentuk kesadaran seseorang hingga mampu memilih orientasi nilai-nilai mana yang harus diperjuangkan dan nilai-nilai mana yang harus ditolak. Pendidikan harus dibekali dengan nilai-nilai yang akan membantu orang berkembang untuk menjadi manusia ideal. Secara umum, tujuan akhir dari pendidikan menurut Aristoteles adalah membuat manusia mencapai kebahagiaan dengan mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia. Pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan rasional manusia atau kemampuan tertinggi manusia. Dengan demikian keutamaan itu menjadi miliknya. Keutamaan sebagai milik manusia, pada dasarnya berurusan dengan dimensi personalitas dan komunal. Kedua dimensi tersebut menjadi kriteria penting bagi keutamaan, bagi pemandangan dan pengerjaannya dalam kehidupan. Kedua dimensi yang terpadu dalam manusia. Manusia yang mengejar keutamaan mempersiapkan diri sendiri dalam kebersamaannya dengan yang lain. Manusia adalah zoon politicon (makhluk polis atau kota). Dalam kehidupan societas, manusia berusaha menjalin relasi persahabatan dengan orang di sekitarnya. Menurut Aristoteles, jika manusia menjalin relasi persaudaraan, maka keadilan tidak akan diperlukan lagi. Relasi persahabatan merupakan kesempurnaan keutamaan. Dengan itu manusia akan menggapai kebahagiaan. Meski menjadi manusia utama merupakan cita-cita semua manusia, namun hal ini tidak luput dari beberapa tantangan yang menghambat manusia untuk mencapai hidup yang ideal. Diantaranya budaya hedonis, pragmatis, materialistik, dll. Manusia lebih cendrung bermental instan, yaitu cepat dan nikmat, meskipun itu bersifat sementara saja.


Availability

13.029185 DAR mAvailable

Detail Information

Series Title
-
Call Number
185 DAR m
Publisher STFT Widya Sasana : Malang.,
Collation
xii + 94hlm: 21,5x28cm
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Classification
185
Content Type
-
Media Type
-
Carrier Type
-
Edition
-
Subject(s)
Specific Detail Info
-
Statement of Responsibility

Other version/related

No other version available




Information


RECORD DETAIL


Back To PreviousXML DetailCite this