Fokus dari tulisan ini adalah 'analisis komparatif sistem kekerabatan masyarakat Manggarai dalam perkawinan cangkang dan sistem kekerabatan Jean Clude Levi-Strauss'. Penulis mendalami literatur-literatur seperti buku The Elementary Structure of Kinship dan perkawinan cangkang masyarakat Manggarai. Dari sumber tersebut penulis menemukan persamaan sekaligus perbedaan. Persamaan berkaitan dengan empat poin utama. Pertama, konsep mengenai perkawinan eksogami. Strauss menerima perkawinan eksogami sebagai perkawinan yang ideal atau dalam kebudayaan Manggarai disebut perkawinan cangkang (perkawinan dua orang dari klan yang berbeda). Kedua, konsep mengenai identitas wanita sebagai 'pihak yang beredar'. Artinya, dia menjadi pihak yang memungkinkan kedua klan bertemu. Masyarakat Manggarai menyebutnya sebagai orang luar (ata pe'ang: yang mempertemukan klan anak rona dan anak wina). Ketiga, konsep mengenai larangan incest atau hubungan darah. Baik Strauss maupun kebudayaan Manggarai menolak adanya hubungan sedarah. Keempat adalah aturan transformasi. Strauss mengelompokkan aturan transformasi menjadi dua bagian yakni inklusi dan rekursi. Inklusi berkaitan dengan aturan yang didasarkan pada hubungan darah. Tujuan utama dari tulisan ini adalah untuk memperkaya literatur mengenai go'et dalam perkawinan cangkang. Penulis menyadari bahwa kemajuan teknologi membawa konsekuensi negatif bagi kebudayaan masyarakat Manggarai yakni hilangnya budaya tutur yakni kecakapan dalam menggunakan go'et dalam perkawinan. Go'et adalah unsur formil demi sahnya ikatan perkawinan kedua mempelai dan memperkuat relasi kedua klan yakni anak rona dan anak wina. Implikasi prektis da teoritis tulisan ini menyasar dalam tiga bidang yakni politik identitas, kesetaraan gender dan pastoral anak muda. Sedangkan rekomendasi bagi penulis selanjutnya adalah pendekatan secara hermeneutik mengenai identitas ata pe'ang dalam konteks kesetaraan gender.