Studi ini membahas ketidakadilan gender dalam pelaksanaan belis budaya Ende-Lio dalam perspektif teologi feminis Rosemary Radford Ruether. Ketidakadilan gender merupakan fenomena yang masih sering terjadi di tengah masyarakat dengan budaya patriarki yang kuat. Studi ini bertitik tolak dari tradisi dalam budaya Ende-Lio. Sejak awal masyarakat Ende-Lio menghidupi budaya patriarki. Belis memiliki nilai positif dan negatif. Nilai positif belis sebagai penghargaan terhadap martabat manusia, mempererat hubungan sosial, penghargaan terhadap keluarga perempuan, dan sebagai tanda pengorbanan. Sedangkan nilai negatif, belis sebagai penyebab kekerasan fisik pada perempuan, pemiskinan, perempuan menikah di usia tidak produktif, nilai ekonomis, dan banyak yang menikah tidk resmi (kawin lari). Dalam kacamata teologi feminis, bagi Ruether, ketidakadilan gender disebabkan oleh struktur patriarki. Berangkat dari kodrat manusia di mana laki-laki dan perempuan sama sama memiliki akal budi dan hati nurani yang sama. Kedua pengalaman penebusan Yesus bagi manusia. Ruether juga menggunakan dasar biblis dari surat Paulus kepada jemaat di Galatia, '...tidak ada lagi orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada lagi hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena semua adalah satu di dalam Kristus Yesus' (Gal 3:27-28). Hasil studi ini menunjukkan bahwa ketidakadilan gender dalam pelaksanaan belis dalam Budaya Ende-lio disebabkan oleh pemahaman tentang belis yang keliru. Belis tidak lagi di pandangan sebagai bentuk apresiasi terhadap martabat perempuan, tetapi sebagai kesempatan untuk memperoleh kekayaan. Hal ini menjadi penyebab perempuan yang sudah berkeluarga mengalami penindasan dan kekerasan fisik.