Fokus tulisan ini adalah membahas konsep solidaritas sosial dalam pemikiran Emile Durkheim. Dalam kehidupan masyarakat yang plural secara budaya, agama, etnis, dan bahasa, keberagaman akan menciptakan dinamika sosial yang kompleks, dimana berbagai identitas dan kelompok yang beragam berinteraksi dan hidup berdampingan. Solidaritas sosial yang digagaskan oleh Emile Durkheim berfungsi menjelaskan bagaimana kohesi dan integrasi sosial terwujud dalam masyarakat. Konsep solidaritas memberikan pemahaman yang kuat untuk memahami bagaimana masyarakat berfungsi, terhubung satu sama lain, dan bagaimana kohesi sosial dapat dipertahankan dalam berbagai konteks sosial. Solidaritas sosial dalam pemikiran Emile Durkheim berperan mengikat masyarakat dan menjaga keteraturan sosial. Emile Durkheim membedakan dua tipe solidaritas sosial yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik ditemukan dalam masyarakat sederhana, dimana kohesi sosial tercipta melalui kesamaan individu dan nilai-nilai kolektif yang kuat serta ditopang oleh hukum yang sifatnya menekan (repressive). Sementara, solidaritas organik muncul dalam masyarakat kompleks dan modern, di mana keterikatan sosial didasarkan pada pembagian kerja yang terorganisir dan ditopang oleh hukum yang sifatnya memulihkan (restitutive). Keterikatan dalam solidaritas mekanik adalah nilai dan moral sedangkan solidaritas organik adalah ketergantungan fungsional antara individu dan spesialisasi pekerjaan. Dalam konteks Indonesia, pemikiran Emile Durkheim terkait dengan solidaritas sosial mempunyai relevansi dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebab menuntut adanya penghargaan. Solidaritas sosial penting untuk menjaga keteraturan dan mengurangi anomi, serta memfasilitasi integrasi sosial melalui hubungan saling tergantung satu sama lain misalnya praktik kerja sama di tengah perbedaan yang ada.