Kajian ini membahas perjumpaan budaya dan iman Kristiani pada masyarakat Toraja, dalam terang ensiklik Evangelii Nuntiandi Art 63. Ensiklik ini menegaskan bahwa dalam pewartaan Injil, Gereja perlu memperhatikan unsur-unsur kebudayaan seperti bahasa, simbol dan religiositas masyarakat setempat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian tesis ini ialah metode kualitatif yang terdiri dari studi pustaka dan wawancara mendalam. Penelitian ini menemukan bahwa dalam ritus aluk rambu tuka terkandung nilai-nilai religiositas seperti ungkapan syukur, kesetiaan, persekutuan, dan jati diri orang Toraja (katorayan ta). Mengkaji nilai-nilai religius yang terkandung dalam ritus aluk rambu tuka dan menyandingkannya dengan iman Katolik merupakan bagian dari upaya mengintegrasikan iman Katolik ke dalam konteks budaya Toraja. Dengan demikian, umat merayakan imannya melalui khazanah religiositas aluk rambu tuka dalam terang Injil. Kepercayaan ini dirayakan dalam ritus aluk rambu tuka (ritus matahari terbit) sebagai bentuk ungkapan syukur dan ritual penyembahan (kapemalaran) kepada leluhur, dewa, dan Yang Mahakuasa. Ritus aluk rambu tuka memiliki makna syukur, kesetiaan, persekutuan, dan jati diri. Nilai inilah yang mendorong masyarakat Toraja agar setia melaksanakan penghormatan melalui ritus aluk rambu tuka. Nilai persekutuan terungkap melalui kerja sama dalam pelaksanaan ritus aluk rambu tuka. Nilai jati diri terungkap dalam pelaksanaan aluk rambu tuka, dimana orang Toraja menegaskan dan menyatakan diri sebagai orang Toraja sejati yang menghormati leluhur (todolo), dewa (deata) dan Tuhan (Puang Matua). Gereja Katolik perlu memperhatikan makna atau nilai-nilai religiositas yang terkandung dalam ritus aluk rambu tuka. Gereja Katolik harus menjadikannya nilai-nilai tersebut sebagai sarana inkulturasi iman ke dalam budaya Toraja.