Skripsi ini berbicara tentang konsep kekuasaan Byung-Chul Han dan relevansinya dalam konteks di Indonesia. Pada dasarnya kekuasaan merupakan bagian integral dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekuasaan berasal dari dan ada untuk melayani kepentingan semua orang agar terciptanya kesejahteraan, kesetaraan, dan kesederajatan. Apalagi dalam konteks masyarakat demokrasi, pengejawantahan kekuasaan untuk kepentingan sepihak bukan menjadi sesuatu yang pantas dirindukan dan menjadi tujuan utama yang harus dikejar. Akan tetapi tidak dapat disangkal bahwa masih ada praktik kekuasaan yang tidak mengutamakan common good dan relasi kekuasaan asimetris dalam kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini. Penyelewangan kekuasaan itu nyata dalam relasi antara pemerintah vs rakyat, atasan vs bawahan, dan mayoritas vs minoritas, yang mana cenderung otoriter, kekerasan, represif, dan dominatif. Menurut Byung-Chul Han, beragam ketimpangan kekuasaan yang ada dalam masyarakat demokrasi Indonesia tersebut menandakan adanya relasi asimetris antara ego dan alter. Ego memaksakan kehendaknya sendiri dalam alter tanpa membiarkan alter menerimanya sebagai keputusannya sendiri. Bagi sang filsuf, hubungan kekuasaan demikian membuat alter mengalami ketidakbebasan dan represif. Relasi kekuasaan simetris yang mengutamakan kesederajatan, kesetaraan, dan kebaikan bersama, menurutnya mesti dibangun atas dasar mediasi tingkat tinggi. Di mana ego mentransendensikan dirinya berada dalam alter tanpa kehilangan sibyektivitasnya dan alter menegaskan kehendak ego sebagai keputusannya sendiri dengan penuh sukarela. Gagasan kekuasaan Byung-Chul Han ini kiranya menjadi pedoman dan solusi alternatif bagi masyarakat Indonesia dalam memecahkan persoalan-persoalan anomali kekuasaan sehari-hari, sehingga kehidupan bersama jauh lebih harmonis, penuh kebebasan, adil, dan sejahtera.