Berawal dari penciptaan manusia hingga kehidupan manusia saat ini, tiada hari tanpa adanya kelahiran manusia. Adanya kelahiran manusia, muncullah kehidupan manusia baru oleh karena adanya ikatan cinta kasih sejati antara dua insan yakni seorang gadis dan seorang pemuda. Ikatan cinta kasih sejati dua insan ini, diwujudkan dalam suatu bentuk persekutuan hidup resmi yakni melalui upacara perkawinan adat untuk membangun dan membina suatu keluarga atau rumah tangga yang baru. Demi tercapainya tujuan ini, ada tuntutan-tuntutan adat yang harus dipenuhi oleh kedua insan, menurut tata cara adat perkawinan yang menjadi landasan bagi hukum adat perkawinan dan sekaligus menjadi kriteria penentuan belis. Sistem belis masyarakat suku Dawan bersumber pada hukum adat belis yang berasal dari nenek moyang dan berkaitan erat dengan seluruh rangkaian tata cara adat perkawinan masyarakat suku Dawan. Hukum adat masyarakat Dawan memiliki asas-asas yang kuat, yang memiliki tujuan luhur karena dijiwai oleh nilai-nilai dasar religius, etis moral, yuridis, sosiologis dan nilai ekonomis yang ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria dasar dari nenek moyang. Besar-kecilnya nilai belis, yang berlaku dalam masyarakat suku Dawan selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun, baik dalam bentuk nilai uang maupun dalam bentuk jumlah barang. Apabila seseorang dari suku Dawan ingin hidup berkeluarga maka, terlebih dahulu ia harus menjalani tata cara adat perkawinan yang berlaku sebelum lanjut ke tahap perkawinan. Tanpa belis, masyarakat tidak mengakui perkawinan mereka, sekalipun si laki-laki dan si gadis telah hidup bersama sebagai suami-istri. Karena, hal itu akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan yang akan terjadi dalam perkawinan, misalnya: kawin lari, hamil sebelum nikah dan kurang adanya penghargaan terhadap martabat kaum perempuan. Hal ini diakibatkan oleh karena, tidak adanya pemahaman dan kesadaran akan pentingnya nilai suatu perkawinan.