Record Detail
Advanced SearchText
Budaya Teing Tinung Masyarakat Compang Weluk, Manggarai Timur dalam Terang Filsafat Wajah Emanuel Levinas
Mengenal suatu kebudayaan atau suku-suku lokal berarti mengajukan sebuah inetodologi yang memaksudkan seni memahami atas peristiwa lahirnya suku tersebut dan pengalaman kesehariannya yang bermuara pada sebuah rasionalitas yang dihidupi dan dihayati bersama, tidak hanya oleh suku-suku tersebut, tetapi juga yang datang atau berinteraksi dengan orang-orang yang ada di dalamnya. lndonesia merupakan negara yang kaya akan tradisi lokal yang memuat hikmat dan nilai lokal yang menjadi guide bagi hidup masyarakat. Nilai lokal mengandung hikmat annat agung. Keagungannya mendasari pegangan masyarakat secara riil. Dalam konteks budaya masyarakat Compang Weluk, Manggarai Timur, teing tinung merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun yang merupakan bagian dari kearifan lokal. Kebijaksanaan berupa produk relasionalitas manusia dengan alam yang merupakan serangkaian relasi sehari-hart manusia yang berlanjut dalam cetusan-cetusan kesadaran yang mendalam. Kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat (indigenous or local knovi leJge), atau kecerdasan setempat PJocal genius), yang menjadi dasar identitas kebudayaan (cultural identity). Menurut Borgias (2018) sebagian besar kearifan lokal Manggarai berupa oral tradition. Sebagai tradisi lisan, inereka sudah berfungsi secara sama dengan tradisi tertulis. Sebab kata Walter long (2012), oralitv itu tidak hilang sama sekali setelah muncul tradisi tertulis. Teing tinung dalam pembahasan ini masih merupakan oral tradition. Tugas generasi muda adalah menggali dan menjadikan sebagai tradisi temilis. Dalam skripsi ini, penulis mencetuskan sebuah tradisi yang hidup di Compang Weluk, Manggarai Timur, di Flores, NTT. Salah satu tradisi yang penulis kagumi adalah Teing tinung. Teing tinung terkandung makna memberi, membagi atau membalas pengorbanan orangtua oleh seorang anak. Teing tinung selalu berhubungan dengan nilai kehadiran orangtua dalam kehidupan manusia. Teing tinung erat hubungannya dengan usaha atau perjuangan. Kuantitas pemberian (dari seorang anak) tidak terletak pada soal banyak atau tidaknya, tetapi lebih kepada sebuah ungkapan cinta. Dalam tulisan ini, penulis mengelaborasi kearifan lokal Teing tinung dari perspektif Emanuel Levinas. Ada sebuah fenomena bahwa, seorang anak melupakan atau tidak lagt mempraktikan budaya ini. Lebih parah lagi, ada fenomena bahwa relasi orang tua dan anak terkadang jatuh ke dalam sebuah pertentangan atau konflik. Apa Makna 'Tinu-Toing- Titong-Teing' Bagi Orang Manggarai? Berhadapan dengan banyak kejadian kekerasan terhadap orangtua, kearifan teing tinung dengan sendirinya mengalami kemunduran peinaknaan. Pemikiran Levinas, khususnya 'filsafat wajah' merupakan hasil benturan dialektis antara tradisi Yahudi dan filsafat kontemporer. Teing tinung merupakan sebuah dialektis antara filsafat hidup di masyarakat dan kearifan lokal. Dalam Tei’ng tinung ada sebuah pengakuan wajah.
Availability
17.077 | 959.86 Naw b | Perpustakaan STFT | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
959.86 Naw b
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2021 |
Collation |
xi + 97hlm: 22x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
959.86
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available