Record Detail
Advanced SearchText
Budaya Kumpul Kope Masyarakat Kecamatan Lelak, Manggarai dalam Terang Filsafat Pengakuan Axel Honneth
Fokus tulisan ini hendak menggali nilai-nilai dan makna dari kearifal lokal (local wisdom) orang Lelak, khususnya budaya kumpul kope. Aktivitas manusia, baik sebagai makhluk individu dan utamanya sebagai makhluk sosial akan melahirkan keunikan masing-masing sesuai dengan wilayah dan daerah di mana mereka hidup. Karenanya, dapat dipastikan bahwa setiap daerah memiliki kearifan lokal masing-masing. Kearifan lokal itu tidak lain merupakan hasil peradaban dari masyarakat yang tercipta atas kehendak dan kebaikan bersama. Wujud kearifan lokal tersebut berupa tradisi atau adat istiadat yang telah lama ada dan dihidupi secara turun temurun dari generasi ke generasi. Demikian juga halnya dengan orang Lelak. Orang Lelak memiliki banyak kekayaan kearifan lokal. Salah satu kearifan lokal yang sudah lama dihidupi oleh orang Lelak dan yang menjadi titik fokus tulisan ini adalah kumpul kope. Kumpul kope merupakan aksi sosial yang diikuti oleh kaum laki-laki dalam rangka untuk mendukung anak, adik, kakak atau sahabatnya yang hendak menikah. Pembahasan perihal budaya kumpul kopé dimaksudkan untuk menemukan akar yang membidani lahirnya praksis kumpul kope dan menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang kiranya sangat relevan untuk tetap direfleksi sampai kapan pun, baik untuk masyarakat Kecamatan Lelak khususnya maupun untuk masyarakat penghuni alam semesta pada umumnya. Dalam memudahkan untuk menemukan akar yang membidani lahirnya praksis kumpul kope dan menggali nilai yang terkandung di dalamnya, penulis mendialogkannya dengan konsep pengakuan Axel Honneth. Dengan bantuan Honneth, penulis diantar pada kesadaran bahwa praksis kumpul kopé dapat terjadi karena adanya semangat saling mengakui di antara partisipan. Pengakuan itu meliputi pengakuan cinta, pengakuan hukum dan pengakuan solidaritas. Di dalamnya memuat nilai-nilai yang sangat kaya, yakni nilai persaudaraan, kekeluargaan, sosialitas, solidaritas dan kemanusiaan. Akhirnya, penulis sampai pada penemuan bahwa praksis kumpul kope memiliki makna yang sangat mendalam. Pertama, kumpul kope sebagai aksis sosial. Dalam praksis kumpul kope ada aktivitas menjalin relasi antara partisipan. Relasi sosial itu nampak dalam tindakan memberi dan menerima. Kedua, kumpul kope sebagai ungkapan lahiriah dari pengakuan. Sejatinya, pengakuan itu tidak hanya berhenti hanya pada abstraksi belaka atau hanya sebatas pada definisi. Pengakuan itu mesti berlanjut dalam aksi. Hal ini nampak dalam tindakan nyata, yakni dengan berpartisipasi dalam praksis kumpul kope. Partisipasi itu dapat berupa memberikan tenaga, waktu, uang dan sebagainya. Ketiga, kumpul kope mengungkapkan martabat manusia. Manusia mengungkapkan kemanusiaan hanya dalam semangat saling mengakui (mutual recognition). Ungkapan kemanusiaan itu dapat ditemukan dalam praksis kumpul kope. Betapa tidak, dalam praksis kumpul kope saling pengakuan itu tampak nyata terlihat.
Availability
17.076 | 959.86 Agu b | Perpustakaan STFT | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
959.86 Agu b
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2021 |
Collation |
xi + 180hlm: 22x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
959.86
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available