Filsafat merupakan ibu dari segala pengetahuan. Filsafat lahir dari kegelisahan manusia untuk menemukan kebenaran. Dari filsafat lahir berbagai macam cabang pengetahuan modern. Munculnya beragam cabang dan aliran pengetahuan ini menunjukkan ragamnya usaha manusia untuk mencapai kebenaran. Pergelutan filosofis-epistemologis untuk mencari kebenaran ini telah terjadi selama berabad-abad hingga dewasa ini. Salah satu filsuf yang memberi warna baru dalam dunia epistemologi pada abad 20 adalah Michael Polanyi. Bagi Polanyi, persoalan dasar epistemologi adalah bagaimana cara manusia memperoleh pengetahuan, bukan hanya sekadar mencari verifikasi dengan pengukuran positif terhadap pengetahuan sebagaimana para pengikut positivisme biasa lakukan. Polanyi kemudian memunculkan gagasan Pengetahuan Personal sebagai bentuk kritiknya atas positivisme mutlak. Kritik Michael Polanyi atas positivisme kiranya merupakan bentuk ketidaksetujuannya atas gagasan positivisme yang menafikan peran subjek penahu dalam menghasilkan pengetahuan. Menurut Polanyi, subjek penahu jelas berperan dalam menghasilkan pengetahuan. Bahkan, baginya, subjek penahu (manusia) adalah tuan atas ilmu pengetahuan. Lebih jauh lagi, konsep positivisme mutlak ini juga bisa menghasilkan pengetahuan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan untuk kebaikan umat manusia. Celakanya, positivisme mutlak semacam ini masih tetap ada sampai pada saat ini. Karena itulah memahami lagi gagasan epistemologi Michael Polanyi ini tentu masih tepat dan relevan. Menurut Michael Polanyi, pengetahuan yang impersonal jelas tidak dapat dibenarkan. Cara pandang epistemologis yang melihat objektivitas (data-data positif) sebagai sarana satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan telah meracuni cara berpikir manusia. Tanpa keterlibatan personalitas manusia, tidak akan ada satu pengetahuan pun yang bisa dihasilkan. Singkatnya, menafikan peran personal manusia dalam ilmu pengetahuan sama dengan menafikan keberadaan pengetahuan itu sendiri.