Kearifan budaya lokal sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kehidupan yang syarat dengan berbagai persoalan hidupnya sangat bergantung pada kekayaan budaya lokal tersebut. Masyarakat Kecamatan Rana Mese adalah salah satu masyarakat yang sering kali bergulat dengan pengalaman konflik sosial. Upaya penyelesaian konflik hingga kini masih belum mencapati titik yang maksimal. Sedangkan nyatanya masyarakat tersebut adalah masyarakat yang mengandung banyak kekayaan lokal di mana semuanya sangat penting bagi kehidupan sosial masyarakat. Adalah kekayaan lokal atau kearifan lokal dalam masyarakat Kecamatan Rana Mese adalah bahasa-bahasa adat yang disebut dengan go't atau pepatah. Pepatah atau go't itu disebut juga sebagai mbate taka tae. Dalam terjemahan harafiah mbate taka tae tersebut yakni warisan kata-kata bijaksana. Warisan kata-kata bijaksana tersebut diturunkan dari para leluhur orang Rana Mese. Goa ase agu kae neka woleng tae adalah sebuah go't yang hendak dikemukakan penulis. Secara harafiah go't ini diterjemahkan adik dan kakak jangan berbeda pendapat. Go't ini selanjutnya disandingkan dengan teori konflik Ralf Dahrendorf. Dahrendorf dalam ulasannya menjelaskan realitas konflik sosial antara dua kelas yang berbeda dalam masyarakat postkapitalis. Masyarakat Kecamatan Rana Mese sebenarnya bukanlah masyarakat yang menganut sistem pembagian kelas apa pun. Dalam konfrontasi dengan teori konflilk Ralf Dahrendorf, penulis hendak melihat beberapa realitas konflik yang terus terjadi dalam masyarakat Kecamatan Rana Mese. Adalah beberapa realitas konflik tersebut adalah: konflik kekerabatan, konflik pandangan, konflik warisan dan konflik kekuasaan. Konflik-konflik tersebut kemudian dicarikan resolusinya dalam terang pemikiran Dahrendorf dalam konfrontasinya dengan makna go't ase agu kae neka woleng tae.