Record Detail
Advanced SearchText
Tebeng Le'as sebagai Upacara Rekonsiliasi Suku Kolong-Manggarai Timur dalam Terang Pemikiran Mircea Eliade (Tinjauan antropologis-filosofis)
Antropologi adalah studi tentang manusia secara umum dengan mempelajari bentuk fisik, karakter dan kebudayaan yang dihasilkan. Salah satu dari ketiga hal yang dipelajari dari manusia yakni kebudayaan sering kali menjadi sorotan banyak orang dalam melakukan penelitian ilmiah. kebudayaan menjadi sorotan karena berkaitan dengan lingkup kehidupan masyarakat pada umumnya. Di Indonesia begitu banyak kebudayaan dari setiap suku dan daerah. Setiap suku memiliki kebudayaannya sendiri dengan kekhasan dan keunikan masing-masing. Salah satu daerah di NTT yakni Manggarai Timur memiliki begitu banyak suku dan kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satu suku di Manggarai Timur yakni suku Kolong melestarikan kebudayaan tentang rekonsiliasi (hambor). Hambor mengajarkan setiap pribadi, kelompok dan masyarakat umumnya untuk hidup tanpa pertentangan. Suku Kolong memiliki keterikatan hidup dengan alam, sesama dan Tuhan. Ketika masyarakat suku Kolong merusak alam, bertikai dengan sesama, tidak menghormati Tuhan maka akan menerima kutukan. Kutukan yang sering terjadi dari dulu hingga sekarang adalah kematian janin. Masyarakat suku Kolong melakukan rekonsiliasi dengan alam, sesama dan Tuhan melalui upacara tebeng le’as. Tebeng le’as menjadi kesempatan untuk rekonsiliasi (hambor). Setelah upacara tebeng le’as kutukan kematian janin tidak terjadi lagi. Mircea Eliade berbicara tentang rekonsiliasi manusia dengan alam, sesama dan Yang Ilahi. Bagi Mircea Eliade rekonsiliasi terkait pemulihan hidup manusia dari dosa. Manusia berusaha mendamaikan diri dengan alam, sesama dan dengan Yang Ilahi melalui ritus-ritus. Mircea Eliade membicarakan rekonsiliasi dalam Buku The Sacral and Profan melalui uraian tentang mitos-mitos. Dalam The Mythe Eliade membicarakan mitos-mitos lebih mendalam lagi. Beberapa buku-buku kebudayaan Manggarai yang ditulis oleh Max Regus dan Kanisius Theobaldus Deki 'Gereje Menyapa Manggarai' dan 'Tradisi Lisan Orang Manggarai' membicarakan kebudayan Manggarai tentang rekonsiliasi. Wawancara dengan Beberapa tetua adat suku Kolong terkait tentang rekonsiliasi dalam upacara tebeng le’as menjadi sumber tambahan dalam tulisan skripsi ini. Tebeng le’as menyadarkan masyarakat suku Kolong pentingnya merawat alam, mencintai sesama dan mencintai Tuhan. Tebeng le’as menyadarkan masyarakat suku Kolong pentingnya berdamai dengan diri sendiri, alam, sesama dan dengan Tuhan. Tebeng le’as menjadi momen rekonsiliasi masyarakat suku Kolong setelah mengalami kekhasan dengan alam, sesama, dan dengan Mori Kraeng. Rekonsiliasi membawa pembaharuan hidup baru.
Availability
16.022 | 959.86 Vir t | Perpustakaan STFT | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
959.86 Vir t
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2020 |
Collation |
xii + 100hlm: 22x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
959.86
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available