Record Detail
Advanced SearchText
Upacara Tinju Adat (Etu) dan Pewarisan Nilai-Nilai Suku Tutu Bhada-Nagekeo-Flores (Analisis Antropologis)
Upacara tinju adat merupakan tradisi masyarakat kampung Tutu Bhada. Upacara ini telah lama dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai tradisi yang diselenggarakan secara turun temurun dari nenek moyang suku Tutu Bhada. Perlu diketahui bahwa konsep mengenai tinju adat (etu) ini, sangat sulit untuk diterjemahkan secara utuh jika dihubungkan dengan pengertian menurut kamus. Namun jika dilihat dari aktivitasnya, tinju ini memiliki suatu kesamaan dengan tinju modern. Dengan demikian, masyarakat setempat kemudian menerjemahkannya dengan nama tinju adat (etu). Tinju adat (etu) memiliki makna persaudaraan yang tinggi dalam aktivitas pukul-memukul karena tidak ada motif kebencian antara petarung yang melakukan pertunjukan tersebut. Upacara tinju adat (etu) merupakan warisan dari para leluhur sejak dahulu kepada orang Ngada dan Nagekeo, secara khusus kepada orang Nagekeo suku Tutu Badha. Suku Tutu Badha sendiri melakukan upacara ini dengan upacara yang disebut tinju besar yang biasa juga disebut buku ada atau buku adat. Tinju adat (etu) merupakan bagian dari momen persatuan. Ketika tahapan enga 'panggil' dilakukan, masing-masing anggota sub-klan kembali ke rumah adat, berkumpul bersama, merayakan kebersamaan mereka sampai pada hari penutup (kose). Setiap anggota keluarga kembali membawa semua anggota keluarganya, memperkenalkannya jika ada anggota baru atau keluarga baru dalam suku yang belum diketahui anggota keluarga lain, untuk mempersatukan anak-anak dalam persekutuan dengan keluarga besarnya. Tinju adat (etu) menjadi momen untuk membawa seluruh anggota keluarga mereka dan memperkenalkan diri kepada seluruh anggota sub-klan. Pada umumnya, hal yang paling banyak dibicarakan adalah mengenai persoalan keluarga dalam klan, masalah sistem dan tata aturan dalam klan, dan pelbagai hal dibicarakan pada kesempatan itu. Konsep dasar yang dibangun tentu bercermin pada kriteria serta pembentukan dari karakter setiap anggota sub-klan. Kesempatan ini menjadi momen untuk merefleksikan diri, memperbaiki diri, dan ungkapan permohonan maaf kepada sesama. Tinju adat (etu) yang dilakukan ini sesungguhnya mau memberikan sebuah peringatan bagi seluruh anggota sub-klan untuk saling mengingatkan kebijaksanaan yang dihidupkan dan diwarisi oleh nenek moyang. Momen ini secara eksplisit terungkap dalam ritus-ritus yang dilakukan dalam upacara (etu). Dari beberapa tahapan atau ritus-ritus yang dilakukan, ada sederetan panjang kisah dan kebijaksanaan warisan leluhur. Setiap anggota sub-klan mempunyai kesempatan untuk saling meneguhkan, mengingatkan, serta mendengarkan seluruh aturan hidup warisan leluhur yang berguna bagi perkembangan hidup individu dalam relasinya dengan orang lain. Dengan ini upacara tinju adat merupakan hal yang paling fundamental bagi masyarakat Tutu Bhada, karena hal ini mampu menunjukkan siapa manusia Tutu Bhada dalam kebudayaannya.
Availability
16.058 | 959.86 Dop u | Perpustakaan STFT | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
959.86 Dop u
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2020 |
Collation |
xi + 85hlm: 22x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
959.86
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available