Record Detail
Advanced SearchText
Potensi Pesantren dalam Menangkal Radikalisme
Paham radikalisme di Indonesia mengundang polemik yang sangat serius karena kehadirannya tidak hanya ditentang oleh kalangan non-muslim, tetapi juga oleh umat Islam sendiri. Paham radikalisme yang mengatasnamakan agama tidak hanya mencoreng nama baik Islam sendiri dalam ruang lingkup negara Indonesia, tetapi juga di mata dunia. Dengan melakukan tindakan kekerasan, kelompok radikalis bersembunyi di balik mantel agama dan menjual nama agamanya, dijadikan tameng politik untuk menyelundupkan kepentingan sekelompok orang, serta dijadikan wadah pembenaran diri dalam mengekang kebebasan orang lain. Selain itu adanya ketidakadilan dan kesenjangan ekonomi dengan mudah dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk menanamkan paham radikalisme, intoleransi dan kekerasan atas nama agama. Dalam konteks Indonesia, upaya untuk menangkal radikalisme bisa dipercepat dengan cara mengintensifkan pendidikan di sekolah-sekolah, khususnya pesantren. Lembaga pendidikan pesantren adalah media yang paling tepat untuk mengembangkan pemikiran dan media penyadaran umat. Walaupun pemerintah tidak mengintervensi arah dari pendidikan pesantren, tetapi pemerintah menitipkan pesan agar muatan kebangsaan juga diajarkan di pesantren dengan tujuan agar paham radikalisme dan intoleransi tidak menyusup ke dalam pesantren. Secara umum pesantren berperan sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan nilai-nilai universal Islam seperti toleransi (tasamuh), musyawarah (syura), gotong royong (taawun), dan kejujuran (amanah). Pesantren tidak hanya melahirkan lulusan yang berorientasi menjadi ahli agama, tetapi juga keterampilan untuk bersaing dalam dunia kerja. Adapun potensi-potensi yang dimiliki oleh kalangan pesantren dalam membangun kerukunan dan meningkatkan sumber daya manusia merupakan sebuah tugas yang menyita energi agar masyarakat tidak terperangkap oleh paham radikalisme yang ingin menghancurkan keutuhan NKRI. Dengan berpegang teguh kepada prinsip dasar al muhafadhotu’ala qodiimis sholih wal akhzu bil jadidil ashlah (melestarikan kebiasaan lama yang baik dan mengambil sesuatu yang baik dari hal-hal baru), seorang kiai berperan penting dalam menjaga nilai-nilai spiritualitas dan moralitas masyarakat. Seorang kiai tidak hanya dipandang sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama, tetapi juga kebijaksanaan untuk menjernihkan segala macam persoalan. Kepercayaan masyarakat kepada seorang kiai disebabkan karena adanya otoritas tradisional (warisan atau keturunan seorang kiai) dan juga otoritas karismatik (guru penunjuk). Pesantren mewarisi tradisi Walisongo yang menyebarkan Islam secara damai, santun, toleran, dan sangat menghormati tradisi lokal. Para kiai membimbing santri untuk mendalami dan mengamalkan nilai-nilai keislaman yang berpadu dengan tradisi dan kearifan lokal sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang berkomitmen penuh pada NKRI, toleran dalam beragama, dan menyebarkan Islam yang menjadi rahmat bagi semua. Pesantren memiliki banyak potensi yang perlu digali lebih dalam menangkal radikalisme yang mengatasnamakan agama.
Availability
16.057 | 297 Lag p | Perpustakaan STFT | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
297 Lag p
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2020 |
Collation |
x + 135hlm: 22x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
297
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available