Image of Wajah Misi Gereja Katolik di Tiongkok dalam Tuntunan Celso Costantini (Study kasus atas karya Celso Costantini di Tiongkok Pada Tahun 1922-1933)

Text

Wajah Misi Gereja Katolik di Tiongkok dalam Tuntunan Celso Costantini (Study kasus atas karya Celso Costantini di Tiongkok Pada Tahun 1922-1933)



Celso Costantini bermisi di Tiongkok mulai dari tahun 1922 sampai dengan tahun 1933. Pada awal kedatangannya ke Tiongkok, ia merasakan ada sesuatu yang keliru dengan metode misi di Tiongkok. Gereja Katolik hadir di Tiongkok sudah beberapa abad. Akan tetapi, Celso tidak menemukan satupun uskup lokal ataupun klerus lokal yang memimpin suatu wilayah misi. Semua wilayah misi dipimpin oleh misionaris asing. Selain itu, Celso juga melihat adanya sikap antipati terhadap Gereja Katolik. Gereja Katolik dianggap sebagai agama asing yang ingin menguasai Tiongkok. Hal ini tidak terlepas dari dominasi politik atas misi Katolik. Sistem protektorat telah mencampuradukkan misi Katolik dengan kepentingan politik negara-negara Eropa. Misi Katolik diatur oleh pemerintah bukan oleh Gereja sendiri. Banyak keputusan-keputusan strategis misi diambil oleh pemerintah Gereja setempat hanya mengikuti arahan dari pemerintah. Tahta suci sama tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait misi di Tiongkok. Akibatnya, misi Katolik nyaris identik dengan politik kolonialisme negara-negara Eropa. Paus Benediktus XV sudah merasakan hal ini sebelumnya. Ia mengeluarkan Surat Apostolik Maximum Illud pada tahun 1919 untuk menyadarkan para misionaris akan identitas dirinya sebagai utusan Kristus. Paus ingin mengembalikan misi sebagai jalan untuk perluasan Kerajaan Allah bukan wilayah negara. Oleh karena itu, Paus Benediktus XV mengingatkan para misionaris dan penanggung jawab misi bahwa fokus utama misi Gereja adalah keselamatan jiwa-jiwa bukan keuntungan pribadi (MI 21). Hal utama yang harus dilakukan para misionaris adalah mendidik klerus lokal. Gereja Katolik bukanlah penyusup di suatu negara. Gereja Katolik haruslah berwajah lokal. Hal itu hanya bisa terwujud bila ada klerus lokal dan uskup yang memadai. Gereja dikatakan tertanam bila ada uskup lokal yang menggembalakan orang-orang sebangsanya secara mandiri. Celso Costantini mengamalkan arahan Maximum Illud dalam misinya di Tiongkok. Ia menyadari dirinya berada dalam ketegangan antara misi Gereja dan kepentingan politik negara-negara Eropa. Ia mengerti bahwa dirinya bukanlah wakil negara melainkan Gereja sebagai institusi agama. Maka, Celso sebisa mungkin menjauhkan dirinya dari kepentingan politik. Ia banyak bergaul dengan pemerintah tapi menolak untuk diintervensi oleh mereka. Celso berusaha membuat gereja Katolik menyatu dengan masyarakat lokal sehingga Gereja bisa tertanam dan menghadirkan Kerajaan Allah di antara masyarakat Tiongkok. Salah satu buah dari usaha Celso adalah terlaksananya Sinode Shanghai pada tahun 1924. Sinode tersebut telah menghasilkan keputusan-keputusan strategis mengenai pendirian seminari, pembinaan seminaris lokal, dan promosi kebudayaan sebagai sarana pewartaan iman. Sinode ini pun memiliki peran besar damlam penahbisan enam uskup Tionghoa yang pertama pada tahun 1926 olah Paus Pius XI. Misi Celso di Tiongkok selama sebelas tahun telah membuka harapan baru akan lahirnya Gereja Katolik Tiongkok.


Availability

16.01015266 Her wPerpustakaan STFTAvailable

Detail Information

Series Title
-
Call Number
266 Her w
Publisher STFT Widya Sasana : Malang.,
Collation
ix + 116hl; 21,5x28cm
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Classification
266
Content Type
-
Media Type
-
Carrier Type
-
Edition
-
Subject(s)
Specific Detail Info
-
Statement of Responsibility

Other version/related

No other version available




Information


RECORD DETAIL


Back To PreviousXML DetailCite this