Panggilan saya menjadi imam. Menjadi uskup Agung bukan target. Kalau Takhta Suci menunjuk saya menjadi uskup Agung, itu risiko dari panggilan saya. Saya diberi tanggung jawab. Demikian jawaban Mgr. Agustinus Agus atas penunjukannya sebagai Uskup Agung Pontianak (3 Juni 2014). Sebelumnya, lelaki rupawan kelahiran Lintang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat ini ditahbiskan imam praja pada 19 Juni 1977 oleh Mgr. Hieronymus Bumbun, Uskup Agung Pontianak yang sama sekali tidak disangka-sangka, suatu hari nanti akan menggantikannya. Dua puluh tahun sebagai Uskup bukan masa yang singkat untuk dikenang. Dalam rentang dua dasawarsa itu, telah terjalin pelbagai peristiwa dalam tugas kegembalaan dan pelayanannya pada dua keuskupan berbeda. Menarik mengamati gaya kepemimpinannya, seperti dikemukakan para mitra kerjanya. Gaya leadership macam apa yang diterapkan monseigneur yang jago masak ini? Kapan ia menggunakan baculus pastoralis (tongkat gembala) sebagai komandan? Kapan pula pelantun lagu kondang Ma Odop ini menerapkan gaya partisipatif? Prof. Dr. AB Susanto, pakar manajemen strategi, dalam testimoninya dalam buku ini, mengulasnya. Pemikiran, ucapan dan tindakan Mgr. Agustinus Agus hanya dapat dipahami dalam konteks sosial, budaya dan politik serta perspektif sejarah. Karena itu, dirasa perlu pada bab-bab awal disinggung tonggak penting sejarah Keuskupan Agung Pontianak sejak awal menjadi tanah misi Prefektur Apostolik Borneo Belanda (Borneo Olandese) pada 1905 hingga menjadi keuskupan agung.