Kemodern dengan segala kecanggihannya menanamkan dalam diri manusia kepercayaan untuk berdiri sendiri atau bertindak otonom tanpa Allah bahkan tanpa siapapun. Selain melahirkan otonomi pribadi, kemodern juga mengantar manusia untuk cenderung memelihara budaya konsumerisme, hedonisme dan egoisme. Keadaan ini berseberangan dengan ajakan Kristus untuk menyangkal diri, rela, memikul salib dan sedia mengikuti jejak Tuhan (Luk 9:23). Pengagungan terhadap otonomi pribadi ini sudah menjadi gaya hidup baru zaman ini dan kita dapat membaca kenyataan ini mulai dari daratan Eropa sampai ke belahan dunia lainnya termasuk Indonesia. Lalu penulis bertanya, dari kodratnya manusia itu harus menyembah siapa dan tunduk kepada kekuatan yang mana agar mencapai keselamatan dan kepenuhan hidup? Gaya hidup baru ini menjadi tantangan berat bagi umat Allah yang menanggapi panggilan Allah menuju kekudusan hidup yang dimeteraikan oleh sakramen pembaptisan. Janji baptis yang diucapkan pada saat pembaptisan akan hilangnya daya wajib ketika usaha untuk menghayati janji dikalahkan oleh tawaran dunia modern yang berusaha membawa manusia kepada peningkatan akan Allah dan memilih untuk tidak beriman atau hidup tanpa Allah lagi. Janji hanyalah tinggal janji belaka tanpa berani menampik dengan berani tawaran hidup 'keagamaan' yang baru itu. Lalu, apa artinya pembaptisan bagi mereka? Pembaptisan bukanlah ritual lahiriah semata. Ibadat yang sejati sebenarnya harus berbuah dalam kehidupan yang nyata. Nabi Hosea mengecam ritus tobat umat pada zamannya yang tidak memiliki dimensi pertobatan sama sekali. Mereka bertobat tetapi tidak ada pertobatan (Hos.6:1-6)