EMPAT puluh delapan partai akan bertarung dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 7 Juni 1999. Dari segi jumlah, hal ini merupakan sebuah rekor. Pemilu terakhir yang melibatkan begitu banyak partai hanyalah Pemilu 1955. Waktu itu tidak ada satu partai pun yang berhasil menjadi mayoritas. Orde Baru mengubah segalanya. Secara bertahap jumlah partai dikurangi. Sejak dasawarsa 70-an hanya tiga organisasi politik saja yang diizinkan untuk menyalurkan kehendak rakyat, yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Peranan ideologi dan aliran diredusir melalui pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Orientasi program menjadi yang paling utama. Kemenangan mutlak Golkar pada lima pemilu terkahir (1977, 1928, 1987, 1992, dan 1997) membuat PPP dan PDI hanya sebagai pelengkap demokrasi belaka. Hilangnya fungsi kritis inilah yang membuat sisi-sisi keadilan mudah terabaikan dalam politik pembangunan. Era baru muncul pada 21 Mei 1998 saat Presiden Soeharto menyerahkan jabatan presiden kepada wakil Presiden B.J. Habibie. Euforia kebebasan mendorong lahirnya partai-partai baru dalam percaturan politik Indonesia. Dari 181 partai tercatat 48 diantaranya telah disahkan oleh pemerintah sebagai peserta Pemilu 1999. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah percaturan politik Indonesia akan kembali seperti dasawarsa 50-an? Jawabannya terpulang pada pemahaman masyarakat terhadap identitas partai-partai itu sendiri. Tanpa pemahaman yang benar dan sulit mengharapkan Pemilu 1999 menjadi sarana penyaluran kedaulatan rakyat. Buku ini ingin menjadi jembatan bagi pemahaman tersebut. Bagi siapa saja yang hendak terlibat dalam tanggung jawab berwarga negara, profil partai-partai politik Indonesia ini menjadi sebuah kebutuhan.