Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Kemudian Allah menciptakan manusia untuk mengelola dan memelihara semua itu. Segalanya baik adanya. Akan tetapi, karena bujukan Iblis, manusia jatuh dalam dosa dan akhirnya diusir dari Eden. Sejak pengusiran itu, dosa kian lama kian berkembang dan akhirnya memuncak dalam kisah Menara Babel (Kej 11:1-9) ini. Bagi bangsa Israel, teks ini merupakan peringatan untuk senantiasa mengandalkan TUHAN, yang dahsyat, agung dan harus ditinggikan dalam menantikan kepenuhan janji Allah bagi mereka. Di sisi lain, bagi Gereja, teks ini mengajaknya untuk mengandalkan Tuhan yang telah memilihnya menjadi milik pusaka-Nya dalam menjalankan peranannya sebagai berkat bagi seluruh bumi. Bagi dunia dewasa ini, teks ini sendiri mengingatkan bahwa bangsa yang hanya mengandalkan dan bangga akan usahanya sendiri, akan berujung pada kekacauan dan perpecahan. Secara khusus teks ini juga berbicara mengenai dua hal penting bagi dunia dewasa ini, yakni upaya cari nama dan kemajuan peradaban atau teknologi. Tentang cari nama, teks ini mengingatkan bahwa ada sesuatu, yang lebih dalam dari sekadar nama, yang perlu dikejar, yakni kehormatan dari Allah dan untuk Allah. Tentang kemajuan peradaban atau teknologi, teks ini menyadarkan kita bahwa dalam kemajuan teknologi, ada bahaya akan keangkuhan. Bila manusia jatuh dalam keangkuhan itu, ia lupa akan batas-batasnya sebagai manusia. Keangkuhan manusia semacam itu akan menjadi awal dari kejatuhan dan keterserakannya.