Pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang mampu memanusiakan manusia. Pendidikan juga tetap akan menjadi sarana efektif untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan negara Indonesia. Namun, pada kenyataannya, tujuan ini belum tercapai hingga sekarang. Realita penindasan melalui dunia pendidikan ini masih saja terjadi dan dapat kita lihat dalam kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pendidikan, seperti: permasalahan menyangkut soal mutu pendidikan, pemerataan pendidikan dan managemen pendidikan. Pertama, arah pendidikan yang tidak jelas ini sangat kelihatan dari kurikulum pendidikan nasional yang selalu berganti-ganti yang bukan hanya bertujuan untuk memperbaiki mutu pendidikan, melainkan juga sarat akan kepentingan ideologi, politik, ekonomi dan sebagainya. Kedua, permasalahan pemerataan pendidikan, yaitu menyangkut keadaaan anak Indonesia yang tidak bisa mendapatkan pendidikan bermutu di Indonesia. Ketiga, permasalahan manajemen pendidikan antara lain menyangkut kebijakan pemerintah, birokrasi dan transparansi pendidikan. Situasi pendidikan yang ideologis, kapitalis semacam ini menjadi medan yang dikritisi oleh Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara. Kedua tokoh ini melihat bahwa manusia harus meraih kemanusiaannya. Dengan kata lain, mereka harus merdeka, terbebas dari ketidakadilan, penindasan bahkan pembodohan. Kedua tokoh ini menguraikan gagasan filosofi pendidikan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman hidup yang bersentuhan dengan penindasan, penderitaan manusia baik yang mereka alami sendiri maupun orang-orang di sekitar mereka. Beberapa bagian dari pandangan pendidikan mereka dapat direlevansikan dengan konteks pendidikan di Indonesia.