Demokrasi Kita ditulis Bung Hatta pada 1960, dan dimuat dalam majalah Panji Masyarakat merupakan sebuah kritik terhadap demokrasi terpimpin Bung Karno. Hatta memberikan dasar-dasar demokrasi yang terdapat dalam pergaulan hidup asli Indonesia, hidup berkampung-kampung, berkumpul mengadakan rapat, mufakat dan mengadakan protes bila mereka tidak puas kepada pemimpin. Hatta terilhami oleh Revolusi Perancis pada 1789, dengan trilogi semboyannya, liberte (kebebasan), egalite (persamaan) dan fraternite (persatuan), ia mewujudkan ketiganya untuk kedaluatan rakyat Indonesia. Hatta memberikan tiga prinsip dasar untuk demokrasi Indonesia, yakni unity (persatuan), liberty (kebebasan) dan fraternity (persaudaraan). Tiga prinsip ini khas dan sesuai dengan kedaulatan rakyat Indonesia di mana kekuasaan dijalankan oleh rakyat atas dasar musyawarah-mufakat. Tiga prinsip itu juga mampu melestarikan kemajemukan bangsa Inodnesia, baik suku, bangsa, bahasa maupun agama. Jika ketiga prinsip ini tidak diwujudkan, maka demokrasi Indonesia akan jatuh ke dalam krisis. Demokrasi akan berjalan baik apabila ada rasa tanggung jawab dan toleransi pada pemimpin-pemimpin politik. Hatta mengakui hal itu yang kurang pada pemimpin-pemimpin partai kita baik pada permulaan kemerdekaan maupun sesudah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan itu diakui oleh dunia, orang lupa akan syarat-syarat membangun demokrasi dalam praktik. Secara ideal, pemerintah melaksanakan demokrasi yang sebaik-baiknya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, namun dalam praktiknya pemerintah kelihatan semakin jauh dari demokrasi yang sebenarnya. Meskipun demikian, demokrasi tidak akan lenyap dari Indonesia, karena demokrasi kita berakar kuat di dalam masyarakat desa. Mungkin demokrasi kita akan tersingkir sementara, seperti pengalaman dewasa ini, namun ia akan kembali dengan tegap dalam kesadaran masyarakat Indonesia.