Record Detail
Advanced SearchText
Problematika Perdamaian di Keuskupan Timika dan Reksa Pastoralnya dalam Terang 'Pacem In Terris'
Problematika perdamaian menjadi masalah sejak manusia itu ada. Problematika perdamaian dapat terjadi karena manusia menjadikan sesama manusia sebagai obyek yang memenuhi kepentingan-kepentingan individu maupun kelompok tertentu. Akibatnya, menghasilkan konflik vertikal (konflik antara penguasa dengan rakyat sipil) dan konflik horizontal (konflik antara rakyat sipil dengan rakyat sipil). Perang dunia I dan II, oleh negara-negara kuat dan lemah (negara kaya dan miskin) bertikai demi mempertahankan ideologi politik dan ekonomi. Akhirnya mengorbankan banyak jiwa manusia. Melihat realitas ini sejak abad XIX-XX Gereja mengeluarkan Ensiklik 'Pacem In Terris' sebagai suara Profetis untuk menciptakan perdamaian di bumi. Ensiklik 'Pacem In Terris' 1963, berperan sebagai suara Gereja yang menegur, mengingatkan dan menawarkan solusi atas pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang melakukan tindakan yang menghasilkan konflik pelanggaran HAM secara berat.
Ensiklik 'Pacem In Terris' mensoroti pelanggaran HAM yakni: Pertama, adanya gencatan senjata antara negara-negara kuat dan lemah. Kedua, manusia tidak menghargai martabat manusia. Ketiga, manusia tidak menghargai akan hak dan kewajiban setiap pribadi manusia dan keempat, penindasan suku bangsa mayoritas kepada suku bangsa minoritas. Ensiklik 'Pacem In Terris' membenarkan atau menawarkan solusi yakni: Pertama, untuk menghentikan genjatan senjata dan menyelesaikan konflik dengan dialog, kedua, setiap manusia dapat menanamkan sikap hormat terhadap hak dan kewajiban setiap pribadi manusia, ketiga, suku bangsa mayoritas dapat menghargai suku bangsa minotitas dalam mengembangkan tradisi, ideologi dan pendapat. Keempat, umat Kristiani menjadi garam dan terang dalam dunia, untuk misi perdamaian sesuai visi Allah. Persoalan pelanggaran HAM serupa terjadi di Papua. Konflik-konflik di Papua diciptakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan di bidang politik maupun ekonomi. Mengapa konflik itu terjadi di Papua? Ada beberapa alasan yang mendasar, pertama, adanya kesalahan sejarah dalam kesepakatan penentuan pendapat rakyat (PEPERA) yakni usaha bangsa Papua masuk dalam bingkai NKRI pada tahun 1963. Kedua, konflik ekonomi khususnya kehadiran PT. Freeport Indonesia di Papua. Ketiga pengaruh militer yang begitu pesat, akhirnya trauma bangsa Papua tidak terobati, dll. Untuk menghadapi persoalan problema perdamaian di Papua khususnya keuskupan Timika melakukan beberapa upaya. Gereja keuskupan Timika dalam reksa Pastoral telah berupaya untuk mencegah persoalan perdamaian ini. Berbagai upaya selalu dilakukan tetapi persoalan perdamaian ini tetap saja terjadi. Persoalan pelanggaran HAM di Papua selalu terjadi secara vertikal maupun horizontal. Meskipun demikian Keuskupan Timika selalu berupaya melalui suara Gembala (bapak Uskup Timika), SKP keuskupan, dekenat dan paroki, dan tokoh-tokoh Gereja lainnya, dengan harapan adanya perubahan terhadap problematika perdamaian. Maka harapan Gereja adalah setiap pribadi merasakan perubahan yang dirasakan atau terjadi secara obyektif dan subyektif untuk merasakan perdamaian. Dalam upaya memecahkan dan memetakan peneliti mengusulkan beberapa hal yakni: pertama, perlu adaya upaya Gereja untuk pendekatan kemanusiaan kepada pelaku pelanggaran HAM dan penderita pelanggaran HAM. Kedua, upaya preventif, yaitu meningkatkan katakese kemanusiaan atau pewartaan kemanusiaan kepada semua kalangan sebagai umat Allah yang ada di Papua, bahwa damai itu menyelamatkan. Ketiga, semua persoalan dapat diselesaikan menggunakan dialog bukan menggunakan kekerasan fisik apalagi menggunakan alat negara. Keempat, upayakan demiliterisasi di Papua. Dan kelima, umat kristiani menjadi garam dan terang, mempengaruhi masyarakat luas untuk misi damai di bumi khususnya di Papua di keuskupan Timika.
Availability
17.01001 | 261.8 Mag p | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
261.8 Mag p
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2019 |
Collation |
xv + 189 hlm: 21,5x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
261.8
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available