Record Detail
Advanced SearchText
Redefinisi Formasi Spiritual: Refleksi Teologis Atas Gagasan Rekonstruksi Pembentukan Spiritual Generasi Millenial di Era Digital
Generasi milenial merupakan mayoritas konsumen pengguna fasilitas teknologi di era digital. Keterlibatan aktif Generasi Milenial dalam penggunaan gadget, internet, media sosial dan berbagai bentuk kemajuan teknologi lainnya ternyata berdampak pula pada aspek religius Generasi Milenial. Telaah tentang dampak digitalisasi dalam era digital bukan saja progress peradaban manusia yang sangat luar biasa melainkan juga tentang indikasi perubahan penghayatan religius. Ada banyak pengaruh signifikan era digital pada aspek religiusitas Generasi Milenial, namun penulis hanya akan menguraikan 4 kecemasan penulis. Beberapa indikasi mendasar tersebut yakni rasionalitas Generasi Milenial yang sangat kuat mengakibatkan sikap penolakan terhadap transendensi dan imanensi Allah; Generasi Milenial terancam kehilangan gagasan penderitaan akibat terbuai dengan kemudahan-kemudahan di era digital; Generasi Milenial yang sangat giat menyuarakan kebebasan subyektif sehingga turut pula melakukan penolakan terhadap tradisi religius kekristenan; dan Generasi Milenial yang mudah terprovokasi menjadi radikal dan ekstrim terhadap agama. Empat indikasi ini disebabkan oleh gagalnya suatu pendekatan spiritual formation. Selain itu, ada gagasan-gagasan Kristianitas yang hilang dan perlu digali kembali. Gereja sebagai komunitas umat Allah yang sedang berziarah harus tanggap terhadap indikasi pengaruh era digital bagi Generasi Milenial. Gereja universal harus sadar bahwa masa depan Gereja sangat bergantung pada kualitas spiritual yang dihayati dan diamalkan oleh Generasi Milenial. Penulis berpendapat bahwa untuk menyelamatkan spiritualitas Generasi Milenial di era digital adalah dengan meredefinisi formasi spiritual bagi Generasi Milenial. Ada lima gagasan redefinisi yakni pertama, suatu tindakan Gereja untuk merangkai dan memaknai kembali hakekat dari relasi atau hubungan atau keterhubungan antara generasi-generasi di dalam tubuh Gereja. Kedua, Gereja juga perlu secara bersama-sama dalam keterhubungan tersebut untuk memikirkan dan mengembalikan vokasi dasar Generasi Milenial sebagai bagian dari Gereja Peziarah. Ketiga, tak cukup sampai di sini, Gereja dan Generasi Milenial mulai fokus pada usaha mengarahkan diri pada Hikmat Ilahi. Hikmat Ilahi membawa pada kesejatian hidup orang Kristen. Orang Kristen mengejar dalam keterbatasan manusiawinya Hikmat Ilahi tersebut. Keempat, agar dapat memahami dan mengupayakan Hikmat Ilahi, Gereja bersama Generasi Milenial mengarahkan pandangan kepada usaha untuk meningkatkan penghayatan hidup rohani (melalui lima jalan dasar). Kelima, pada akhirnya, baik generasi muda (millenials) maupun generasi tua di dalam tubuh Gereja, harus sungguh-sungguh percaya bahwa memahami Allah dan beriman secara jujur, tulus, terbuka, tekun dan berpengharapan adalah dengan menghayati secara pribadi kebersatuan pengalaman jasmani dan rohani tentang Allah. Karena Allah hanya dapat dimengerti di dalam dunia, maka pengalaman jasmani adalah juga bagian penting dari pengalaman akan Allah.
Availability
17.01026 | 261.52 Nug r | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
261.52 Nug r
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2019 |
Collation |
xii + 175hlm: 21,5x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
261.52
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available