Record Detail
Advanced SearchText
Bujakng Bingkukng dan Dara Danakng (Sebuah telaah filosofis atas mitos asal-usul suku Dayak Krio dalam terang Mircea Eliade)
Kebudayaan dari dalam dirinya sendiri menyimpan kekayaan yang tak ternilai. Dari luar dirinya kebudayaan lantas menjadi sumber yang selalu segar untuk digali dan dimaknai. Sebagai kristalisasi dari sejarah peradaban dan saksi perkembangan hidup manusia yang menggagasnya, kebudayaan memuat di dalamnya unsur-unsur berupa jiwa kolektif dan hati dari orang-orang yang lahir, tumbuh dan dibesarkan dalam kebudayaan tersebut. Kekaguman dan hormat, cinta dan syukur di hadapan budaya inilah yang hendak saya gagas dalam tulisan ini. Saya mengkhususkan pembahasan tulisan ini pada budaya Dayak Krio. Tidak ada sikap segmentaris atau eksklusif di dalamnya sebab dalam konteks budaya Dayak secara umum, nilai-nilai dan aplikasi praktis yang disaripatikan dalam relevansi bisa diaktualisasikan atau diterapkan untuk orang Dayak di mana pun ia berada. Sebaliknya tulisan ini dimaksudkan untuk berbagi cerita tentang kebudayaan yang kaya dan dari sudut ilmu pengetahuan sebagai usaha filosofis-fenomenologis-etnologis-antropologis yang bisa didiskusikan, diperdebatkan dan ditelaah secara lebih dalam lagi. Kebudayaan Dayak Krio dalam tulisan ini diperdalam oleh Mircea Eliade, seorang fenomenolog terkenal dari Rumania. Gagasan-gagasan filosofisnya yang dalam tentang kebudayaan bisa dipandang sebagai pisau bedah teks atau lensa teropong terhadap data-data kultural yang saya dapatkan dari hidup saya sendiri, kaum tetua yang saya tanyai dan buku-buku yang memperkaya pemahaman. Tidak ada sedikitpun keraguan bahwa Mircea Eliade sungguh-sungguh kompeten dalam menyoal budaya dan menggali pemaknaan atasnya. Telaah yang dilakukan dalam tulisan ini, dengan kata lain, merupakan dialog antara kebudayaan Dayak dan Mircea Eliade. Sintese dari perjumpaan itu termakhtub dalam pemaknaan yang tersaji. Budaya Dayak Krio dan Dayak secara umum hanya akan tinggal begitu saja tanpa ada inisiatif atau kerinduan untuk mendalami dan memaknainya. Filsafat in statu restrictio sungguh-sungguh mendalam dalam memaknai realitas. Sebagai ibu dari segala bidang ilmu, filsafat menjadi pisau tajam pembedah kebudayaan. Disiplin ilmu ini saya geluti dalam studi keseharian di STFT Widya Sasana, sebuah kawah candradimuka yang mengasah ketajaman rasio dalam keseimbangannya dengan iman Katolik. Maka konteks berfilsafat dan berteologi adalah niscaya dalam tulisan ini. Semua hal di atas menjadi konstelasi pembingkai tulisan ini. Relevansi yang bersifat aplikatif diberikan sebagai penegasan bahwa selain terdapat kekaguman atas budaya, diminta pula sikap kritis dan evaluatif. Hal ini penting untuk perkembangan. Rasa kagum atas budaya dan pemaknaan yang diusahakan mendapat muaranya dalam relevansi, sebuah usaha untuk mengaktualisasikan keseluruhan karya ini.
Availability
14.058 | 959.84 Put b | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
959.84 Put b
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2018 |
Collation |
xii + 189hlm: 21,5x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
959.84
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available