Record Detail
Advanced SearchText
Budaya Hambor Suku Ninge, Manggarai Timur dalam Terang Filsafat Pengakuan Axel Honneth
Dalam kebudayaan Suku Ninge, Manggarai Timur terdapat aneka kearifan lokal dalam bentuk konstruksi kultural seperti filosofi hidup, tarian, lagu daerah, goet (ungkapan), dan musik tradisional. Semua kekayaan budaya ini memiliki arti dan makna yang mendalam dalam membentuk karakter masyarakat. Dalam kekayaan ini ada muatan nilai-nilai bagi dunia kehidupan. Salah satu filosofi hidup yang mengakar adalah hambor (perdamaian dan rekonsiliasi). Hambor merupakan usaha penyatuan kembali sebuah relasi yang sudah retak. Pembahasan tentang hambor sangat relevan di tengah dunia yang “mendewakan” konflik dan kekerasan. Pembahasan budaya hambor muncul dari keprihatinan penulis membaca realitas sosial dan konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Suku Ninge, Manggarai Timur. Proses budaya masuk dalam ranah kehidupan sehari-hari. Hambor hemat saya mengenal dua arah pematangannya ketika dihayati oleh masyarakat. Pertama, hambor menjadi proses peradaban ketika pembudayaan mengembangkan nilai saling menghormati antar manusia sebagai yang berharkat serta membentuk terus menerus keadaban, yaitu kondisi hidup bersama yang menaruh manusia dengan martabat dan keunikannya sebagai yang berharga dan dihormati. Kedua, hambor mencetuskan humanisasi, artinya usaha menciptakan berbagai aspek kehidupan baik ekonomi, social, politik maupun religious. Honneh melihat pengakuan sebagai sebuah jalan menuju rekonsiliasi. Pengakuan memaksudkan hubungan antar pribadi. Di sana moralitas ditekankan. Moralitas dikaitkan dengan pemahaman rekognisi dalam tiga dimensi, yakni, afektif, hokum dan solidaritas. Pemahaman dalam dimensi hokum berkaitan dengan prinsip menghormati diri sendiri sebagai titik tolak yang memungkinkan hormat terhadap orang lain. Selanjutnya, pemahaman dalam dimensi solidaritas sebagai pelengkap yang menyempurnakan dua dimensi pemahaman yang meliputi tiga dimensi tersebut menentukan seseorang bisa bertindak sebagai pelaku moral. Ketidakadilan terjadi sebagai perusakan dengan sengaja dimensi-dimensi pemahaman di atas. Honneth memperjuangkan konsep formal mengenai kehidupan yang baik secara moral sebagai dasar untuk membangun dan mempertahankan konsep masyarakat plural. Dalam buku “The Stuggle for Rcognition” Honneth mendemonstrasikan pemikirannya pada ide Hegel dan Mead. Dia melihat tiga relasi pengakuan sebagai dasar relasi social sebagai identitas formasi yang sudah ditemukan dalam karya Hegel dan Mead. Dia mendasari pemikiran pada kedua pemikir besar tersebut. Honneh dipengaruhi oleh pemikiran Teori Kritis dari Habermas dan pemikiran John Rawls mengenai liberalisme politik dalam membangun argumennya mengamani pemahaman tentang moralitas sebagai prinsip untuk bertindak moral.
Availability
14.005 | 959.86 Sar b | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
959.86 Sar b
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2018 |
Collation |
vi + 139hlm: 21,5x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
959.86
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available