Pertentangan dan pertarungan antara pihak-pihak yang menghendaki kemapanan dan pihak yang menghendaki perubahan yang terjadi dalam sejarah - pemikiran Arab-Islam tidak bersifat dialektis, tetapi kontradiktif sehingga melahirkan represi dan tragedi yang karenanya sisi ats-tsabit lebih mendominasi sisi al-mutahawwil dan ia menghancurkan segala upaya yang dilakukan oleh kecenderungan (gerakan) kreatif. Konsekuensinya adalah dipermaklumkan kesatuan antara bahasa dengan agama, puisi dengan moral, serta tradisi sastra dengan tradisi agama. Dan orang Arab akhirnya sampai pada perasaan bahwa bahasa, agama, dan eksistensi nasionalisme mereka merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam pertarungan tersebut, kemenangan memang berada di pihak yang memegang imitasi (ittiba) dan mendukung kemapanan (ats-tsabit). Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa agama secara substansial adalah ittiba dan tsubut, mengingat adanya kecenderungan yang lain, yaitu kecenderungan berubah (tahawwul) dan kreatif (ibda).