Record Detail
Advanced SearchText
Yesus Kristus dalam Persekutuan dengan Bapa (Kristologi Yosef Ratzinger dan relevansinya bagi misi dialogis gereja)
Yesus adalah Anak (Putera) Allah. Sebagai Anak Ia ada dalam persekutuan-Nya dengan Bapa. Identitas Yesus sebagai Sang Putera menjelaskan arti dan makna persekutuan itu sendiri. Dalam hidup, pewartaan, dan karya-karya-Nya, identitas keputeraan Yesus yang selalu ada dalam persekutuan dengan Bapa sungguh-sungguh terlihat. Dalam Yesus, Wahyu Allah mencapai puncak pemenuhannya. Persekutuan Yesus dengan Bapa itu terungkap dalam, Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya (Yoh. 1:18). Yesus adalah Anak Tunggal Allah yang menampakkan wajah Allah bagi manusia. Sebab, Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa (Yoh. 14:9). Yesus menampakkan wajah Allah yang tidak kelihatan menjadi kelihatan. Dalam Dia, Allah sungguh-sungguh dialami sebagai Dia yang mengambil bagian dalam sejarah dan pengalaman hidup manusia. Persekutuan Yesus dengan Bapa menjadi dasar pengakuan akan unisitas dan universalitas kepengantaraan dan keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus. Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus (1 Tim. 2:5). Konsekuensinya ialah semua orang yang telah dibaptis memiliki tugas dan kewajiban untuk mewartakan Yesus dan Injil-Nya bagi mereka yang belum mengenal Krsitus. Pewartaan itu terjadi lewat teladan hidup, perbuatan, dan dialog. Di tengah keberagaman agama yang ada saat ini, dialog merupakan sebuah tuntutan yang harus dijalankan dalam mewartakan Kristus dan Injil-Nya. Perjumpaan dengan agama dan para penganut agama lain mengharuskan adanya dialog. Tetapi hal yang harus diingat bahwa dalam dialog dengan agama dan para penganut agama lain, iman akan penuh purnanya wahyu Allah dalam Kristus haruslah menjadi dasarnya. Tujuannya ialah agar tidak jatuh dalam relativisme iman. Indonesia merupakan contoh atau model wajah keberagaman. Di Indonesia, Gereja berjumpa dengan beragam suku, bahasa, budaya, dan agama. Kehidupan masayarakat Indonesia yang memiliki beragam persoalan seperti korupsi, kemiskinan, kerusakan hutan, dan lain-lain menjadi konteks pewartaan Gereja. Situasi-situasi itulah yang dihadapai secara nyata oleh Gereja dalam mewartakan Kristus dan Injil-Nya. Dialog pun menjadi sarana yang harus dihidupi oleh Gereja dalam kehidupan konkritnya di Indonesia.
Availability
13.032 | 232 Edi y | Available |
Detail Information
Series Title |
-
|
---|---|
Call Number |
232 Edi y
|
Publisher | STFT Widya Sasana : Malang., 2017 |
Collation |
xi + 102hlm: 21,5x28cm
|
Language |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Classification |
232
|
Content Type |
-
|
Media Type |
-
|
---|---|
Carrier Type |
-
|
Edition |
-
|
Subject(s) | |
Specific Detail Info |
-
|
Statement of Responsibility |
-
|
Other version/related
No other version available