Buku ini melukiskan sebuah drama politik besar di Vietnam ketika negeri itu berada di bawah kepemimpinan legendaris Ho Chi Minh. Di balik tembok persatuan, kepemimpinan komunis Vietnam selam bertahun-tahun ternyata begitu tercabik-cabik oleh krisis panjang yang disebabkan oleh adanya dua faksi ideologis-perpecahan yang akhirnya dipertajam oleh konflik Sino-Soviet. Gaya kepemimpinan Ho Chi Minh bukanlah gaya diktaktor dengan kaliber Tito, misalnya. Kepemimpinan kolektif yang diperkenalkannya, rupanya justru merupakan faktor yang menagkibatkan faksionalisme menjadi melembaga di Hanoi. Politiknya untuk mengambil jarak baik kepada Moskow maupun Beijing, makin lama makin menjadi keharusan untuk mempertahankan gaya kepemimpinannya yang berprestasi mempersatukan itu, sesuatu yang dengan konteks berbeda mengingatkan kita di Indonesia pada gaya kepemimpinan Soekarno di masa lalu.