Judul artikel ini meminjam ungkapan Paus Fransiskus yang menyebut
Gereja sebagai ‘murid yang diutus’ (EG, 40) atau ‘murid-murid yang diutus’
(EG, 120). Perutusan yang dimaksudkan di sini adalah tugas evangelisasi.
Ungkapan ini memiliki padanannya pada rumusan lain yang dipakai dalam
Anjuran Apostolik Evangelii Nuntiandi (1975) dari Paus Paulus VI, yakni
‘tugas evangelisasi merupakan perutusan hakiki dari Gereja’ (no. 14).
Sedangkan Konsili Vatikan II, dalam Dekrit Ad Gentes menulis bahwa
“Ecclesia peregrinans natura sua missionaria est” –Gereja peziarah pada
hakikatnya misioner (no. 2).
Sebagaimana kita ketahui, Anjuran Apostolik Evangelii Gaudium
(November 2013) ini merupakan hasil langsung dari Sinode Para Uskup
(Oktober 2012), yang mengambil tema “Evangelisasi Baru untuk Pewartaan
Iman Kristiani”. Saya pikir, dokumen ini tentu juga memiliki keterkaitan
langsung dengan Ensiklik Lumen Fidei (Juni 2013) dari ‘Tahun Iman’ (2012-
2013), seperti yang telah dicanangkan oleh Paus Benediktus XVI guna
membangun kembali antusiasme dan upaya-upaya evangelisasi. Artinya,
tugas perutusan –yang sekarang lebih populer dikenal dengan ungkapan
‘evangelisasi’– merupakan jati diri Gereja. Artikel ini akan mencoba
menguraikan (kembali) secara singkat ‘arus utama’ yang mengalir dalam
‘cara berada’ umat Allah ini, yakni evangelisasi. ‘Cara berada’ ini akan
diteliti dalam kesadaran dan praksis umat Allah di tanah air, sebagaimana
itu tampak dalam sharing para aktivis Gereja, yang ikut dalam pertemuan
para ketua KKM Keuskupan dan para Dirdios KKI dengan timnya masingmasing
selama tahun 2014-2015. Lalu, di masa yang akan datang, kontribusi
apakah yang bisa diberikan Gereja Indonesia kepada Gereja Universal?