Tema besar hari studi ke-40 STFT Widya Sasana ini adalah “Menjadi
Gereja Indonesia yang Gembira dan Berbelaskasih: Dulu, Kini dan Esok”.
Dalam sesi ini kita diajak untuk melihat dialektika Gereja dan kebudayaan
dalam Kitab Suci Perjanjian Lama (aspek eklesiologi PL), sebagai inspirasi
untuk membaca dinamika hidup Gereja paska Vatikan II.1
Menanggapi tema ini, seorang pasien di sebuah rumah sakit menulis
catatan kepada saya: “Orang akan berbelaskasih jika Allah ada di dalam
hatinya. Belaskasih seseorang hanya dapat dikenali dari tindakannya. Kalau
Gereja mau berbelaskasih maka harus ditunjukkan dalam tindakannya,
tindakan klerus dan tindakan awam. Dengan tindakan konkret, para klerus
mengorbankan diri menjadi sarana penyalur berkat rohani dan jasmani bagi
siapa saja yang membutuhkan; awam mengorbankan dana, tenaga, talenta
dan apa saja yang dibutuhkan sesamanya. Hanya lewat tindakan konkret
itu, baru boleh dikatakan ada belaskasih. Makna belaskasih Gereja menjadi
nyata bila ada tindakan konkret untuk menciptakan suasana damai dan
solidaritas antar umat manusia.”